Monday, October 04, 2010

Three Stages of Heartbroken Women's Life




Literatur dalam layar perak memang bukan sesuatu yang baru untuk disuguhkan ke pecinta film layar lebar. Tantangan membawa tulisan penulis buku yang ada di tangan sutradara dan penulis skenario itu sendiri. Tulisan Elizabeth Gilbert ada di tangan Ryan Murphy(Sutradara) dan Jennifer Salt (Penulis Naskah), gaungnya sudah mendunia dan seluruh dunia (atau Indonesia saja?) menunggu hadirnya Eat, Pray, Love buku yang laris nyaris 7 juta kopi di seluruh dunia*.
Kisah sang penulis, Liz (Julia Roberts)yang mencari pijakan hidup pasca perceraiannya dengan Steven (Billy Crudup). Ia sempat menjalin cinta dengan penggila Yoga, David Picollo (James Franco) namun kembali terusik dengan berbagai pikiran yang menunjukkan ketidakbahagiaan dengan apa yang ia punya saat itu. Berdialog dengan Tuhan yang selama ini jarang dilakukannya, membuat Liz seolah mendapat jawaban untuk menjauh dari semua 'cinta'nya di New York termasuk sahabat-sahabatnya. Alasannya, meskipun banyak cinta untuk Liz dari mereka, Liz tidak bisa memberikan cinta yang setimpal bagi mereka.
Terbanglah Liz ke Roma, Itali untuk memenuhi hasrat makan yang konon hilang seiring hilangnya kebahagiannya. Spaghetti Bolonaise, Carbonara, Margerita Pizza sampai kudapan khas Itali, Napoleon sukses membuat Liz melupakan cintanya di New York. Makanan yang membuat ia bahagia. Sampai di India, Liz ternyata merasakan jiwanya kosong. Meskipun tujuannya ke India untuk bertemu Gurugita yang dipujanya bersama David, Liz merasa jiwanya masih terfokus di New York. Liz berusaha melepaskan diri dari cintanya di masa lalu dan meneruskan perjalanan ke Bali, untuk kembali bertemu Ketut Liyer yang sebelumnya pernah meramal tentang kehidupannya. Liz kembali diguncang, pijakan yang kiranya sudah seimbang kembali dipertanyakan, sudahkah ia siap menjejak ke cinta berikutnya?

Film yang agaknya over exposed ini memang menyuguhkan banyak eksotisme.
Sisi-sisi feminin Liz juga banyak terungkap lewat kehidupannya di 3 kota yang begitu berbeda. Nampaknya hampir semua perempuan pernah merasakan apa yang dirasakan Liz, mulai dari keragu-raguan, patah hati, bersenang-senang, dan kembali pada fase ragu-ragu. Tiga kota yang dikunjungi Liz sepertinya mewakili perasaan dan fase hidup apa yang sebenarnya sedang dirasakan perempuan pasca sakit hati. Meskipun mungkin tidak terjadi pada semua orang, fase sakit hati akan mengarahkan kita pada pencarian kesenangan, mungkin tidak abadi tetapi setidaknya cukup bisa mengobati. Kemudian kita bisa disadarkan dengan kesendirian, betapa asingnya dunia yang berbeda dan keadaan yang berubah. Saat itu tantangan yang perlu dihadapi, bisakah kita fokus pada apa yang akan kita cari berikutnya? Ketiga, perburuan kembali dilakukan namun apakah hati kita siap untuk kembali berjumpa dengan guncangan itu? Guncangan akibat kupu-kupu yang siap menari dan membuat perut kita bergejolak atau guncangan akibat dihadapkan dengan sesuatu yang tidak pasti, akankah ini bertahan? Pada akhirnya kita kembali pada fase yang pertama, keragu-raguan dan kehidupan akan kembali berulang pada 3 fase hidup itu. Pertanyaannya, apakah siap menjejak pada suatu yang tidak seimbang lagi?


"To lose balance sometimes for love is part of living a balanced life.- Ketut Liyer"

*Dari berbagai sumber