Tuesday, February 16, 2016

Tiga Jam Untuk Selamanya

Local Work Bantul!
Lima dukuh dalam satu kabupaten di Bantul, Yogyakarta menjadi taman bermain kami bersama tujuh puluhan anak-anak desa sekitar hari Minggu pagi. Hamoir empat puluh menit dari pusat kota Yogyakarta, kami bertemu dengan mbak Wiwid, yang menyambungkan kami dengan teman-teman di Desa Canden, Bantul. Awalnya, tiga tahun lalu program International People’s Project dari CISV menghasilkan mobile library yang menunjang kebutuhan membaca masyarakat di Bantul. Tahun 2016, keinginan untuk mengunjungi kembali sekaligus melanjutkan program MOSAIC CISV x KIJP yang Juni lalu diadakan di Pulau Klapa – Harapan, Kepulauan Seribu.



Energizer, Pemanasan Di Bawah Matahari Bantul yang Panas
Kami mengadaptasi kegiatan teman-teman Kelas Inspirasi, mengenalkan tentang profesi sekaligus kemampuan lain seperti tari, arts & craft, dan juga kegiatan menonton bersama. Kali ini, ada empat belas relawan yang terlibat untuk berinteraksi soft skill.
dengan warga Bantul. Anak-anak dibagi menjadi tujuh kelompok dengan anggota  9-10 orang tiap kelompoknya. Awalnya, kami berharap usia anak-anak berkisar 10-15 tahun tetapi yang akhirnya datang sangat beragam bahkan mulai usia sembilan tahun. Setelah permainan untuk saling berkenalan, tiap kelompok memulai perjalanannya yang diberi nama “Anak Bantul Keliling Dunia”. Konsep awalnya mengenalkan dunia luar dengan berkunjung ke ‘negara’ yang menjadi nama pos-pos. Setiap pos memiliki pengalaman yang berbeda-beda, ada yang pengenalan profesi ada juga yang mengasah
Kak Dayat Beraksi, Kak Ina Sampai Terlena
Nonton Film Boncengan

Selama lebih kurang tiga jam, ada tujuh pos yang bisa didatangi oleh tiap kelompok. Di pos profesi ada Thailand bersama kak Didi yang mengenalkan profesi bidang humas, ada Belanda yang diisi kak Irma sebagai pengamat burung, mengasah kreativitas di Mesir dengan berkreasi lewat gambar daun bersama kak Dayat, lalu saya sendiri di Brazil mencoba membuka imajinasi sebagai filmmaker. Di pos selain profesi, banyak permainan dan kegiatan yang tak kalah seru. Mulai dari arts & craft bersama kak Uke yang membuat boneka dari benang wool, keliling dunia dan Indonesia bersama kak Novi, atau permainan berdasarkan nilai-nilai kejujuran dan kepercayaan bersama kak Dini. Waktu selama 20 menit pun terasa begitu cepat dan tidak cukup untuk menjabarkan semuanya sampai detail.
 Keliling Dunia dan Indonesia bersama Kak Novi
Setelah makan siang, acara berlanjut dengan menonton film pendek Boncengan dari sutradara Senoaji Julius. Menariknya, film berbahasa Jawa ini ternyata diproduksi masih di wilayah Bantul. Tidak sedikit anak-anak yang menonton bereaksi ketika melihat dan merasa latar film tersebut begitu dekat dengan keseharian mereka. Setelah menonton, rangkaian terakhir dari acara Local Work Bantul ini adalah sharing session bersama kak Made. Ia adalah seorang penari yang besar di Bantul dan kini melanglang buana dan berkarier sebagai penari. Tidak hanya itu, kak Made mengajarkan gerakan-gerakan tari dasar dan juga menantang adik-adik untuk membuat koreografinya sendiri. Tak terasa hari makin petang, saatnya berpisah dengan Desa Canden dan anak-anak yang sebenarnya masih bersemangat.
Dalam waktu yang begitu singkat, mungkin perlu waktu lebih lama untuk akhirnya memahami apa yang kami coba sampaikan pada mereka. Kebanyakan dari adik-adik hanya mengenal dokter, polisi atau astronot sebagai cita-cita. Tidak banyak dari mereka yang pernah menjejakan kaki di luar Yogyakarta, apalagi melihat Tugu Monas. Bisa juga Indonesia hanyalah satu-satunya negara yang ada dalam bayangan mereka. Saya sempat kebingungan ketika kelompok pertama yang datang ke pos saya, segerombolan anak-anak usia 9-10 tahun. Ketika ditanya, apakah pernah menonton film, jawabannya hanya geleng kepala. Ketika dipancing dengan tontonan TV – saya menghindari menyebut judul sinetron – seperti Upin Ipin atau Naruto barulah mereka mulai ngeh. Akhirnya perjalanan menyusun bagaimana film itu dibuat baru bisa muncul di kepala mereka. 
Pos Kak Uke yang Paling Populer
Gengs, You Guys Rocks! Kalian Batu!
Kegiatannya pun saya ubah lebih sederhana. Saya sudah siapkan beberapa kartu dengan tulisan satu buah kata, mereka harus ambil dua-tiga kartu dan mencoba merangkai menjadi sebuah cerita. Kata-kata yang dipilih sudah saya coba pilihkan yang dekat dengan mereka, misalnya Borobudur, sepeda motor atau jadah tempe. Namun, mereka masih kesulitan menyusunnya bahkan untuk memahami kata tersebut masuk dalam kategori apa. Senang akhirnya ada anak-anak yang membuat kisah dari tentang Monas, Borobudur dan bahkan bisa memikirkan ada kejadian menarik (konflik), siapa saja yang memerankan dalam cerita (aktor) sampai menentukan tema (genre) dari cerita yang mereka buat itu apa. Rasanya ada kesenangan sendiri saat mereka tertawa geli akan cerita yang dikarang sendiri atau terperangah dengan gaya kawannya berlakon layaknya aktor jenaka.

Semoga akan ada kesempatan buat bertemu lagi dengan mereka, semoga ada kesempatan untuk mereka bertemu hal-hal asing yang menggugah pikiran mereka, semoga ada kesempatan bertemu dan berbagi dengan teman-teman lain di tempat berbeda, ide-ide yang berbeda.