Thursday, February 28, 2013

Another Highlight On Cancelled-Doomsday.

Salah Satu Vihara di Chiang Mai
  We finally passed the doomsday!

Yah kira-kira begitulah reaksi banyak orang ketika akhirnya tahun 2012 sukses dilewati dan lepas dari bayang-bayang ramalan suku maya soal datangnya hari kiamat. Ntah akhirnya hanya menjadi bahan guyonan atau tidak, tetapi mungkin beberapa dari kita lega akhirnya tahun lalu sudah dilewati dan beranjak ke tahun ular, 2013. Bagi saya tahun lalu benar-benar menyisakan banyak cerita dan refleksi sendiri, meskipun saya akui berat sekali melewati separuh tahun 2012 itu sendiri.

Last year was all about loss, disappointment, and chances. I wont regret it but yet i should let go everything that 2012 took away from me and start 2013 with new perspective and spirit. These are some reflections that i should be thankful for and also some things that i should let them go, so i can start fresh.

Januari
Tahun baru ternyata dimulai dengan situasi baru yang terprediksi sejak tahun sebelumnya. After 3,5 years finally we decided to move on with our life separately. Of course it wasn’t that easy since we really close to each other, but life goes on. Fortunately, it doesn’t change our inner circle of friendship. Yes, i lost one of my man but i hope i never lose you as my friend, V!
In the same month i watched Broadway show, Wicked in Singapore with Fauzan and i was about to cry for this Holzman’s piece of art. Not to mention, 1st concert of the year; Foster the People!
Nonton Wicked..

..dan merayakan Chinese New Year!

Februari
One of the BEST CONCERT I’VE EVER SEEN happened this month; FEIST! For almost two hours i watched Leslie’s performance and still amazed by her. Love her so much!

Maret
Tantangan baru dan seru kali ini di Klinik Kritik Film 2.0! Sebagai kelanjutan dari Klinik Kritik Film tahun sebelumnya, kami berempat plus Yuki Aditya, fellow filmgeek, dapat tugas negara untuk berkontribusi di filmindonesia.or.id dan cinemapoetica.com. Jujur, ini menegangkan karena semuanya mendapat jatah tugas plus coaching clinic sama mentor masing-masing. Nggak diduga, ada kelas tambahan dari mas Alex Sihar soal bagaimana komunitas film dari tahun ’98 sampai 2000-an. Sayang, sampai saat ini kelas kedua dan seterusnya belum dilanjutkan. Ditunggu Klinik Kritik Film 3.0-nya!

April
Setelah beberapa bulan menjajaki pekerjaan baru di KSFO, ada rasa-rasa janggal menjalani aktivitas ini. Saya merasa tidak produktif,kurang tertantang dan banyak batasan dalam mengembangkan ide-ide. Tiga bulan pertama, entah berapa ribu kali terucap dari mulut saya untuk keluar dari kantor tersebut. Di sisi lain Saya merasa kalah, kalau tidak bisa menepati janji untuk menggali lebih banyak ilmu di sana. Akhirnya, saya bertahan sekaligus terlibat dalam event KidsFfest yang digelar bulan ini. Memang tidak banyak andil saya dalam acara ini, tapi saya cukup bangga ketika dalam proses pemilihan kompetisi film pendek yang saya buat shortlist-nya terdapat satu film potensial, Langka Receh asal Purbalingga yang banyak menyabet penghargaan.

Mei
Setelah pertimbangan yang lama dan panjang, akhirnya Tuttik-Frutik trip sukses dilaksanakan ke Gili, Lombok. Ini merupakan destinasi terbaik yang pernah saya rasakan. Dalam 5 hari sukses keliling 3 Gili dan Lombok, plus merasakan yoga dan bertemu orang-orang random (as usual).
Geli-Geli di Gili

Love you, Pop:')

Di bulan ini pulalah saya momen kehilangan terbesar saya terjadi. I lost my most important man in my life, my dad. After what happened, it’s really hard for me and family to realize that things will never be the same again. Yet, it’s a learning proccess for me as the eldest. I love you dad, so much. But i know God loves you more, now you’re in the better place with Him .

My besties, thanks!


Birthday gift, from you :)


Juni
Setelah resmi terpilih dan mengikuti training dua bulan sebelumnya, akhirnya tugas sebagai tour escort dari EF dijalankan bulan ini. Saya masuk sebagai co-leader untuk homestay ke Goldcoast, Australia. Tugas ini berat, karena ada 50 anak yang akan jadi tanggung jawab saya. Untungnya tim IDJ 9008 dan host family saya ini menyenangkan dan nggak bandel-bandel amat. Jadi, perjalanan di Brisbane dan Sydney pun terasa seru dan menyisakan rindu selepas itu.
Oxenford Community Center, Goldcoast.





Brisbane!

Juli
Perlahan-lahan, ada yang sedikit terobati di dalam sana. Saya siap membuka diri dan memulai sesuatu yang baru. Let’s start something, AJP ;)

Agustus
Setelah hampir setahun mencoba rutin melakukan yoga, ada efek yang saya rasakan selain sekadar mengolah fisik. Mungkin terdengar klise, tapi saya mulai merasakan ada energi positif yang mengisi ruang-ruang pikiran saya, sudut pandang lain pun ikut terbuka, dan saya pun mencoba melihat yoga bukan alat untuk memicu kekuatan fisik tetapi juga pikiran dan jiwa. Ini absurd, tapi sungguh terjadi. Kaya pacaran aja, olahraga itu juga cocok-cocokan, kalo suka pasti mau terus-terusan dilakuin kok :p
Din Yoga, di mana semua asana bermula. Namaste!

September
Bulan ini menjadi penutup kerja saya di KSFO. Tentunya ditutup dengan outing cantik keluar kota dong :p Agendanya, nonton Matah Ati di Solo. Prakteknya; jalan-jalan keliling Jogja, roadtrip ke Solo, nonton Matah Ati, keliling kota Solo dan menyicipi kulinernya. Walaupun kota ini slow, kali ini Solo tidak perlu dinikmati secara solo!
Matah Ati, Di Kraton Mangkunegaran Solo.
Mlaku-Mlaku ning Solo..
Thanks, Kalyana Shira!
Oktober
Kantor baru, karier baru! Akhirnya setelah apply sana-sini, tawaran yang mendekati cocok itu hadir. Kali ini saya menerima pekerjaan sebagai marketing & communication dari sebuah media film baru, Muvila. Ini kerja keras. Dengan tim inti yang baru bertiga selama sebulan sebelumnya, tentu akan banyak beban yang dipikul.


New Team, Muvila.com

November
Another loss this month, my second best my Grandpa. Kali ini saya sampai pada titik kalau manusia itu hidup untuk bertugas, kala tugasnya selesai mereka pun menghadap Tuhan. I kinda feel that way my dad passed away, my grandpa took care of us. Now, his job is done and he’ll safe with my pop and Him. Love you to the bone, yangkung.
Di bulan ini ada perjalanan solo yang lumayan sudah saya tunggu. Chiang Mai trip demi Loy Krathong Festival. Sebenarnya saya lebih mengincar Yi Peng Festival yang diadakan 5 hari sebelum Loy Krathong tetapi sayangnya waktunya tidak pas. Trip Chiang Mai ini bukan trip ambisius. Menikmati lampion selama dua hari, menjelajahi pasar malam, berlatih yoga, dan berkunjung ke kuilnya. Bonus trip, belanja di Chatuchak, Bangkok selama transit hampir 9 jam.
Loy Krathong, Chiang Mai.
Salah Satu Vihara di Chiang Mai

Desember
Ini perjalanan gambling yang sebenarnya sempat menyisakan drama. Gara-gara dicap sebagai anak Jogja yang tidak pernah keliling Jogja, jadilah akhir tahun kemarin direncanakan ke Jogja selama hampir 10 hari sampai tahun baru. Drama di baliknya tidak penting, selama akhirnya benar-benar menyusuri kota yang (seharusnya) akrab dengan saya selama bertahun-tahun. Saya puas dengan kunjungan ke Kaliurang, Ullen Sentalu, Bekakak Saparan di Gamping, 3 Pantai Wonosari; Ngerenehan, Baron dan Indrayanti, Candi dan gereja di Bantul, sampai belasan tempat makan rasa lokal yang memuaskan.
Pantai Ngrenehan, Wonosari

Jadi apa nih tujuan di 2013? BANYAK!
Untuk orang yang BM-nya luar biasa seperti saya, ini saatnya jor-joran menuliskan ambisi dan dishare ke orang banyak. Tujuannya? Supaya termotivasi memenuhi impian-impian ini karena banyak yang nagih. Jadi, kira-kira ini fokus energi tahun 2013 nanti. Dibantu ya teman-teman *prok prok prok*

1. Trip dalam negeri dengan tema Satu Kota Satu Pulau. Ambisius ya pake tema segala? Intinya sih ingin menjelajah Indonesia aja. Saya belum pernah ke Sulawesi dan gak inget gimana bentuknya Kalimantan waktu ke sana saat umur 7 tahun. Lucunya, dua tahun lalu masih ambisius sama Yunani sekarang malah belum pengen lagi.
2. Yoga trip or retreat di luar Jakarta. Maunya sih di Ubud, tapi kalau ada yang deket-deket semacam Bandung, Puncak, Pulau Seribu atau *terpaksa* Thailand dengan harga terjangkau bisa jadi pilihan.
3. Yoga 3-5 kali seminggu. Bisa yoga sendiri dan ikut kelas yoga ya..
4. Bisa headstand tanpa bantuan tembok
5. Target kerja tercapai, bisa dipromosikan atau naik apresiasinya.
6. Kontributor untuk majalah travel secara berkala.
7. Terus menonton, terus menulis dan terus belajar film.
8. Sebelum mempublish tulisan di media (film) nulis dulu di blog or review sendiri jadi nggak Cuma nulis buat memenuhi kuota pesanan.
9. Rencanakan untuk ‘merantau’ tahun 2014 or 2015.
10. Beli barang impian *entah apa, yang penting berbentuk barang.*

Beberapa hal di 2012 yang sudah dicapai harus disyukuri meskipun beberapa sudah dilepas juga. Mari menjaga energi postif dan menyebarkannya ke dalam 365 hari di 2013!





Tuesday, February 26, 2013

Perahu Kertas : Romantisme Anak Muda & Emosi Yang Alpa



Drama romantis sudah punya penggemar tersendiri. Lewat kata-kata yang diuntai dengan penuh makna romantis, percakapan dengan suasana biasa saja akan terdengar lebih manis. Simak saja dua tokoh yang awalnya menarik perhatian di awal film Perahu Kertas. Ada Kugy (Maudy Ayunda), seorang gadis yang imajinasi ajaibnya kerap membuat teman-temannya terheran-heran. Kugy seolah punya dunia sendiri sebagai agen Neptunus yang menggunakan kedua jarinya sebagai antena saat ia perlu berpikir keras. Eko (Fauzan Smith) mempertemukan Kugy dengan Keenan (Adipati Dolken), sepupu Eko asal Belanda yang begitu takjub dengan dunia ajaib Kugy.

Seperti sudah diduga, pertemuan awal Kugy dan Keenan berujung pada pasangan sejoli yang saling tertarik dan mencoba menyingkap sisi romantisme masing-masing. Kekosongan Karakter Di awal, kita sudah bisa lihat kedua protagonis ini seolah berbicara dengan bahasa mereka sendiri. Kugy dan ‘dunia sendirinya’ hanya bisa dimengerti Keenan. Keduanya cocok dan paham satu sama lain. Chemistry di antara keduanya terbangun lewat dialog yang akrab dan hangat. Sayangnya, seiring berjalannya adegan demi adegan, kehangatan itu perlahan-lahan menghilang. Kugy dan Keenan hanya mampu mempertahankan romantisme tersebut di awal saja. Entah apakah sang penulis atau sutradara lupa kalau perkembangan hubungan keduanya perlu dijaga sampai film berakhir. Berbeda ketika Kugy membangun hubungan dengan Remi (Reza Rahadian). Kugy dan Remi tak perlu banyak usaha untuk menciptakan chemistry.

Adegan keduanya terlihat begitu natural dan mengalir. Obrolan-obrolan mereka terdengar sangat logis tanpa memerlukan bahasa berbunga-bunga sebagai penanda romantisme. Dialog maupun mimik muka Remi dan Kugy terasa kontras dibandingkan dialog Keenan dan Kugy. Misalnya saja, adegan makan malam Kugy dan Remi di pinggir jalan, ketika Kugy mulai bercerita soal agen Neptunus atau bagaimana ia tahu karakter Remi lewat zodiak. Remin sedikit kebingungan mencerna kelakuan Kugy. Sontak ia menampilkan mimik bingung dan merasa malu dengan sekitarnya. Lain lagi ketika Remi dan Kugy menghabiskan waktu tahun baru bersama. Kesukaan Kugy akan ombak membuat Remi ingin mengajak Kugy berlibur ke Bali. Hanya dengan kalimat singkat, “Ke Bali yuk!” sekilas bisa terlihat bagaimana kedekatan Remi dan Kugy. Terlihat bagaimana dialog keduanya secara jelas menunjukkan kedekatan apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka.

Bandingkan dengan hubungan Kugy dan Keenan. Meskipun dipertemukan dengan cara yang cukup dramatis, keduanya seperti tidak terhubung secara emosional, apalagi saat cerita makin beranjak ke tengah. Ada sedikit harapan, ketika cerita makin menuju klimaks emosi para protagonisnya makin terasa memuncak. Apakah ada motif-motif Keenan yang menunjukkan ketertarikannya pada gadis tersebut? Kalaupun ada, motif itu terlihat sangat abu-abu dengan hubungan pertemanan Keenan dengan Noni (Sylvia Fully R), sahabat Kugy, yang memang mengharuskan mereka terlihat akrab. Kesan yang diharapkan timbul antara Keenan dan Kugy adalah hubungan romantis, tapi malah kesan tersebut yang alpa sepanjang Perahu Kertas. Pertanyaan-pertanyaan pun muncul. Apakah hubungan dekat Keenan dengan Kugy hanyalah prosesi semata saat Keenan pertama kali menjejakkan kaki di Bandung? Apa hanya karena Keenan juga bergaul dengan kawan-kawan Kugy? Saat perjalanan Keenan makin jauh, terasa jauh pula hubungannya dengan Kugy, baik secara fisik maupun emosional. Keenan pun makin lama ditampilkan makin tenggelam dengan ketertarikannya di dunia lukis dan akhirnya membawanya ke Bali. Saat di Bali ia bertemu dengan Luhde (Elyzia Mulachela), ikatan emosionalnya jauh lebih jelas terlihat, mulai dari kata-kata yang dipakai saat bercengkrama sampai body language yang dipakai keduanya.

Lihat saja saat Luhde mencuri-curi pandang ke Keenan saat mereka baru pertama bertemu. Ketika dipertemukan, gelagat Luhde yang malu-malu menunjukkan ketertarikannya. Selang beberapa waktu, barulah keintiman Keenan dan Luhde terungkap. Perlahan-lahan, Luhde mulai memahami Keenan yang tidak banyak bicara. Di sini bisa terlihat bagaimana sosok Keenan memang cenderung terkesan pasif mengungkapkan pikiran-pikiran terhadap wanita-wanita yang dekat dengannya. Entah pengembangan tokoh Keenan memang dibuat begitu kontras dengan para wanitanya; Kugy dan Luhde sehingga ’kekosongan’ Keenan bisa terisi oleh Kugy dan Luhde? Dengan Remi, Kugy seperti tidak perlu bekerja terlalu keras untuk tercipta chemistry di antara keduanya. Suasana hangat tercipta otomatis sejenak mereka meluangkan waktu berbincang walau sebentar saja. Apakah penonton ’terjebak’ pada cerita yang menyorot Kugy dan Keenan dalam sekuens romantisme di awal sedangkan Remi hanya dianggap pemeran numpang lewat? Apakah tokoh Remi diadakan untuk menjadi trigger supaya ada ruang-ruang kosong antara Kugy dan Keenan yang bisa diisii nantinya? Tokoh yang patut dipuji adalah tokoh Eko meskipun sejak awal ia sudah terlihat menjadi joker dalam film ini. Setidaknya celetukan Eko sukses memberi rasa lain dari serangkaian kisah cinta seperti berusaha terlalu keras untuk menciptakan romansa ke semua tokohnya. Guyonan Eko memang hanya muncul sesekali namun cukup menjadi ’gong’ beberapa adegan yang dilakoninya. Ironis rasanya ketika komedi tokoh pendukung bisa lebih banyak berperan dan mengena ketimbang kisah romansa para protagonis.

Bagaimana pun juga Perahu Kertas adalah sebuah drama romantis. Demi Bagian Kedua Mengikuti perjalanan Kugy dan kawan-kawan lintas waktu, satu hal yang harusnya mendapat perhatian ekstra adalah departmen wardrobe. Perubahan gaya berpakaian atau penanda perubahan umur seperti luput dari perhatian pembuat film. Hal lain yang tidak kalah penting adalah perjalanan cerita yang terlihat tidak padat dan melebar ke mana-mana. Makin fokusnya cerita tentu akan bisa membuat kekosongan karakter dan hubungan antar tokoh tidak terlalu mencolok serta bisa menampilkan chemistry antar karakternya. Kisah Kugy dengan Keenan dan Kugy dengan Remi tampak seperti terbagi dalam dua bagian yang tidak saling berhubungan.

Menikmati kisah Kugy dan Keenan seperti membuka buku kenangan yang menarik dilihat kembali, tanpa perlu tahu apakah kisah tersebut akan berlanjut di masa depan. Lain lagi ketika Kugy memulai kisahnya dengan Remi. Bagian tersebut seperti lanjutan kisah Kugy yang sudah move on dan tidak begitu tertarik mengetahui apa yang terjadi dengan Keenan. Seolah-olah kisah mereka sudah menguap begitu saja. Satu-satunya momen ’reuni’ Kugy dan Keenan hanyalah saat pernikahan Noni dan Eko, keduanya seperti dipertemukan layaknya kawan lama. Tidak banyak kenangan dibuka atau pertukaran emosi terjadi di situ, padahal keduanya sudah terpisah cukup lama. Adegan ini harusnya bisa menjadi ruang ekspresi Kugy dan Keenan sekaligus kesempatan Remi untuk diberi porsi lebih dalam hubungan masa lalu Kugy. Tentunya akan menjadi intrik yang menarik atau klimaks yang menguras emosi jika itu terjadi. Sutradara Hanung Bramantyo mungkin menyiapkan kejutan bagi penonton di bagian kedua film Oktober mendatang. Semoga harapan menyaksikan emosi para tokoh sentral yang gagal ditampilkan di bagian pertama ini bisa terbayar. Begitu juga sisi romantis yang diharapkan menjadi jualan utama film adaptasi ini. Apakah Perahu Kertas akan berlabuh di akhir yang manis? Dua bulan lagi, nampaknya semua itu baru bisa dibuktikan.

Also published on cinemapoetica.com