Monday, November 29, 2010

Onrop Yang Pop!


*from onropmusikal.com

Hiburan apa yang biasanya ditunggu dan dinantikan masyarakat urban kala akhir pekan? Beberapa dari mereka masih menghabiskan waktunya untuk mengantri ke bioskop menonton film-film box office yang di Hollywood sudah diputar beberapa hari terlebih dahulu. Mungkin sebagian juga menantikan penampilan musisi asing yang mengadakan konser tunggal atau kolaborasi dalam sebuah festival musik. Entah mereka paham atau tidak esensi cerita dari film yang mereka tonton atau jenis musik obrolan tentang acara yang dialami menjadi sebuah kepuasan tersendiri, terutama dalam kelompok sosial.

Kini, tak yang dimainkan, kadang berada dalam situasi hingar bingar dan nantinya berseru dalam lagi perlu menunggu jeda beberapa hari film box office diputar di Hollywood atau antrian kota besar dalam jadwal konser musisi anyar atau legendaris, warga Jakarta nampaknya dengan sangat mudah menemukan dan menikmati hiburan populer di sekitarnya. Seberapa populernya? Sebanyak mungkin orang yang membicarakannya, sepanjang mungkin orang yang mengantri tiketnya, seramai mungkin muncul di timeline Twitter atau secepat mungkin berita menyebar. Orang-orang awam atau beberapa tokoh yang dianggap penting.

Salah satu hiburan yang mungkin cukup populer tahun 2010 ini adalah drama musikal. Sebut saja, Gita Cinta The Musical dari Artswara yang membawa romansa tahun 70-an ke panggung 2000-an, Dream Girls dibawa langsung lisensinya dari panggung Broadway ke Balai Kartini oleh sekumpulan anak muda Jakarta Broadway Team, ada juga EKI Dance Company dengan Jakarta Love Riot-nya. Itu baru segelintir saja, belum lagi musikal Diana karya Garin Nugroho, dan mungkin musikal lain yang tidak tersorot media.

Bulan November ini, kepopuleran sebuah pertunjukan kembali diuji lewat dengungan di social media. Joko Anwar, sutradara yang dikenal lewat Janji Joni, Kala, dan Pintu Terlarang sudah lama menggembar-gemborkan Onrop, sebuah pertunjukan drama musikal yang audisinya cukp menyita perhatian. Penari, penyanyi dan pemain teater bergabung untuk satu tontonan yang berbeda dari tontonan sebelum-sebelumnya.
Joko Anwar berkolaborasi dengan Eko Supriyanto, koreografer andal yang dikenal sampai negeri Paman Sam, bukan hanya kehebatan akting aktor dan aktrisnya yang menawan tetapi juga penari yang digembleng khusus di ‘Pulau Onrop’ menuai decak kagum penonton selama hampir seminggu penuh di Teater Jakarta. Ary Kirana, Aimee Saras, Ichsan Akbar, Giandra Hartajaya, Ario Bayu dan Yudi Firmansyah bergantian memainkan 3 peran utama dalam cerita cinta yang penuh unsur kritik sosial dan politik seputar kebebasan berekspresi yang belakangan ini seolah semakin dikekang oleh pihak yang berwenang.
Standing ovation konon terjadi tiap hari pertunjukan. Selama 5 menit penonton memberikan penghargaan pada semua pendukung acara, mereka begitu terpukau dengan tontonan yang tidak pernah terasa begitu berbeda sebelumnya. Onrop berani memberikan kritik sosial ke dalam tontonan publik yang selama ini mungkin hanya berani diungkapkan publik lewat akun Twitter pribadinya atau segelintir blogger pada pembaca setianya. Lewat pertunjukan musikal ini, penonton urban yang mungkin kebanyakan manusia serba sibuk dan mobile bisa lebih mudah dihadapkan protes-protes yang selama ini mungkin tidak sempat mereka simak di kerumunan pengunjuk rasa, novelis, atau teater lain yang tergolong lebih serius. Onrop menyuguhkan kesegaran lewat protesnya yang pop. Tidak perlu menyerenyitkan dahi berpikir keras atau larut dalam bahasa yang sulit dimaknai. Onrop begitu mudah dinikmati tapi tetap terasa berisi.



Bagian termegah dari musikal ini yang cukup mendapat perhatian adalah koreografi Eko Supriyanto yang seolah menjadi nyawa utama Onrop dilengkapi dengan orkestra. Hasilnya sungguh mewah! Jakarta yang sudah akrab di mata penonton urban makin terasa dramanya dengan musik yang mendayu-dayu, penarinya pun ikut berperan mendramatisir tiap dialognya. Kekuatan Joko Anwar dalam menuturkan dialog layaknya di film-filmnya juga terasa kental di sini. Celetukan yang terasa sangat dekat dengan penonton juga membuat drama ini makin menyentil. Salah satu adegan yang menampilkan signature scene ala Joko Anwar, ketika dialog dua anak kecil membicarakan pelajaran biologi di tengah-tengah obrolan pemain utama. Adegan anak-anak itu lekat sekali dengan film Janji Joni, yang banyak menampilkan dialog selewat tapi mengena.



Lewat Onrop penonton jelas diberi pencerahan secara langsung apa saja yang menghimpit kaum urban terutama pekerja seni dengan peraturan yang cenderung tidak masuk akal dan kebebasan berarti memberi ruang berekspresi yang lebih luas dan berujung bisa membuat lebih bahagia dan ‘kaya’.
Pasca Onrop apakah penonton musikal lebih ‘kaya’ dalam menikmati seni? Apakah nantinya musikal lain yang ditampilkan lebih ‘berat’ akan diterima sama seperti ini? Atau pada akhirnya popularitas mengalahkan segalanya?