Local Work Bantul! |
Lima dukuh dalam satu kabupaten di Bantul, Yogyakarta
menjadi taman bermain kami bersama tujuh puluhan anak-anak desa sekitar hari
Minggu pagi. Hamoir empat puluh menit dari pusat kota Yogyakarta, kami bertemu
dengan mbak Wiwid, yang menyambungkan kami dengan teman-teman di Desa Canden,
Bantul. Awalnya, tiga tahun lalu program International People’s Project dari
CISV menghasilkan mobile library yang
menunjang kebutuhan membaca masyarakat di Bantul. Tahun 2016, keinginan untuk
mengunjungi kembali sekaligus melanjutkan program MOSAIC CISV x KIJP yang Juni
lalu diadakan di Pulau Klapa – Harapan, Kepulauan Seribu.
Energizer, Pemanasan Di Bawah Matahari Bantul yang Panas |
Kami mengadaptasi kegiatan teman-teman Kelas Inspirasi,
mengenalkan tentang profesi sekaligus kemampuan lain seperti tari, arts & craft, dan juga kegiatan
menonton bersama. Kali ini, ada empat belas relawan yang terlibat untuk
berinteraksi soft skill.
dengan warga Bantul. Anak-anak dibagi menjadi tujuh kelompok
dengan anggota 9-10 orang tiap
kelompoknya. Awalnya, kami berharap usia anak-anak berkisar 10-15 tahun tetapi
yang akhirnya datang sangat beragam bahkan mulai usia sembilan tahun. Setelah
permainan untuk saling berkenalan, tiap kelompok memulai perjalanannya yang
diberi nama “Anak Bantul Keliling Dunia”. Konsep awalnya mengenalkan dunia luar
dengan berkunjung ke ‘negara’ yang menjadi nama pos-pos. Setiap pos memiliki
pengalaman yang berbeda-beda, ada yang pengenalan profesi ada juga yang mengasah
Kak Dayat Beraksi, Kak Ina Sampai Terlena |
Nonton Film Boncengan |
Selama lebih kurang tiga jam, ada tujuh pos yang bisa
didatangi oleh tiap kelompok. Di pos profesi ada Thailand bersama kak Didi yang
mengenalkan profesi bidang humas, ada Belanda yang diisi kak Irma sebagai
pengamat burung, mengasah kreativitas di Mesir dengan berkreasi lewat gambar
daun bersama kak Dayat, lalu saya sendiri di Brazil mencoba membuka imajinasi
sebagai filmmaker. Di pos selain profesi, banyak permainan dan kegiatan yang
tak kalah seru. Mulai dari arts &
craft bersama kak Uke yang membuat boneka dari benang wool, keliling dunia
dan Indonesia bersama kak Novi, atau permainan berdasarkan nilai-nilai
kejujuran dan kepercayaan bersama kak Dini. Waktu selama 20 menit pun terasa
begitu cepat dan tidak cukup untuk menjabarkan semuanya sampai detail.
Keliling Dunia dan Indonesia bersama Kak Novi |
Setelah makan siang, acara berlanjut dengan menonton film
pendek Boncengan dari sutradara
Senoaji Julius. Menariknya, film berbahasa Jawa ini ternyata diproduksi masih
di wilayah Bantul. Tidak sedikit anak-anak yang menonton bereaksi ketika melihat
dan merasa latar film tersebut begitu dekat dengan keseharian mereka. Setelah
menonton, rangkaian terakhir dari acara Local Work Bantul ini adalah sharing session bersama kak Made. Ia
adalah seorang penari yang besar di Bantul dan kini melanglang buana dan
berkarier sebagai penari. Tidak hanya itu, kak Made mengajarkan gerakan-gerakan
tari dasar dan juga menantang adik-adik untuk membuat koreografinya sendiri.
Tak terasa hari makin petang, saatnya berpisah dengan Desa Canden dan anak-anak
yang sebenarnya masih bersemangat.
Dalam waktu yang begitu singkat,
mungkin perlu waktu lebih lama untuk akhirnya memahami apa yang kami coba
sampaikan pada mereka. Kebanyakan dari adik-adik hanya mengenal dokter, polisi
atau astronot sebagai cita-cita. Tidak banyak dari mereka yang pernah
menjejakan kaki di luar Yogyakarta, apalagi melihat Tugu Monas. Bisa juga
Indonesia hanyalah satu-satunya negara yang ada dalam bayangan mereka. Saya
sempat kebingungan ketika kelompok pertama yang datang ke pos saya, segerombolan
anak-anak usia 9-10 tahun. Ketika ditanya, apakah pernah menonton film,
jawabannya hanya geleng kepala. Ketika dipancing dengan tontonan TV – saya menghindari
menyebut judul sinetron – seperti Upin Ipin atau Naruto barulah mereka mulai
ngeh. Akhirnya perjalanan menyusun bagaimana film itu dibuat baru bisa muncul
di kepala mereka.
Pos Kak Uke yang Paling Populer |
Gengs, You Guys Rocks! Kalian Batu! |
Kegiatannya pun saya ubah lebih sederhana. Saya sudah siapkan
beberapa kartu dengan tulisan satu buah kata, mereka harus ambil dua-tiga kartu
dan mencoba merangkai menjadi sebuah cerita. Kata-kata yang dipilih sudah saya
coba pilihkan yang dekat dengan mereka, misalnya Borobudur, sepeda motor atau
jadah tempe. Namun, mereka masih kesulitan menyusunnya bahkan untuk memahami
kata tersebut masuk dalam kategori apa. Senang akhirnya ada anak-anak yang
membuat kisah dari tentang Monas, Borobudur dan bahkan bisa memikirkan ada
kejadian menarik (konflik), siapa
saja yang memerankan dalam cerita (aktor)
sampai menentukan tema (genre) dari
cerita yang mereka buat itu apa. Rasanya ada kesenangan sendiri saat mereka
tertawa geli akan cerita yang dikarang sendiri atau terperangah dengan gaya
kawannya berlakon layaknya aktor jenaka.
Semoga akan ada kesempatan buat
bertemu lagi dengan mereka, semoga ada kesempatan untuk mereka bertemu hal-hal
asing yang menggugah pikiran mereka, semoga ada kesempatan bertemu dan berbagi
dengan teman-teman lain di tempat berbeda, ide-ide yang berbeda.