Old Town District, Chiang Mai |
Kota yang terkenal dengan
turnamen thai boxing ini ternyata menyuguhkan perayaan tahunan yang
sayang dilewatkan bagi Anda pecinta kultur Asia. Selain Song Kran, Thailand
makin populer dengan perayaan festival Loy Krathong yang diadakan tiap bulan ke
dua belas penanggalan Lunar yang biasanya jatuh pada bulan November. Loy
Krathong sendiri dirayakan hampir di semua penjuru Thailand dan juga negara
tetangga seperti Laos dan Kamboja. Jauh hari sebelum festival ini, saya sudah
mulai menghitung kapan perayaan Loy Krathong ini akan diadakan. Layaknya
kalender Lunar, belum ada tanggal pasti tiap tahunnya sampai beberapa bulan
sebelumnya.
Akhirnya tahun 2012 lalu Loy
Krathong diputuskan jatuh pada tanggal 28 dan 29 November. Banyak perayaan yang
diadakan selama dua hari tersebut. Perayaan inti dimulai sejak tanggal 28 sore
ketika jalanan sepanjang kota tua Chiang Mai ditutup untuk kendaraan bermotor.
Selama dua hari tersebut, pawai sepanjang kota di Chiang Mai diramaikan oleh
beberapa kelompok budaya yang menampilkan iring-iringan dari etnis-etnis
Thailand Utara. Sebut saja perempuan dengan pakaian dan dandanan seperti
dewi-dewi dari khayangan lengkap dengan singgasana yang berwarna keemasan. Ada
juga gambaran penduduk lokal yang masih berpakaian minimalis dan terkesan dekat
dengan alam. Langsung saja saya teringat potongan-potongan film Uncle Boonme
dari sutradara Thailand,Apichatpong Weerasethakul yang menampilkan sisi lain
Thailand yang jauh dari gemerlap kota.
Usai menikmati iring-iringan
pawai budaya, saatnya melakukan prosesi Loy Krathong sebenarnya. Ada dua
prosesi yang dilakukan, pertama mengapungkan semacam sajen yang terbuat dari
daun pisang, hiasan bunga dan lilin. Kadang-kadang ada juga kreasi sajen yang
dibuat dari roti atau bahan makanan lainnya. Nantinya, sajen ini akan
diapungkan di sungai-sungai yang mengalir sepanjang Thailand. Prosesi ini
diyakini untuk menghormati dewa-dewa air yang ada di sungai atau danau. Kedua,
menerbangkan lampion ke udara. Prosesi ini hanya dilakukan di Chiang Mai,
selain kota ini minim sungai tidak seperti Bangkok yang terkenal dengan Chao
Prayanya, penduduk sekitar masih memegang tradisi Lanna. Lanna merupakan bekas
kerajaan di Utara Thailand yang memegang tradisi perayaan Yi-Peeng. Yi-Peeng
merupakan prosesi menerbangkan lampion ini alias lantern festival ini
akhirnya menjadi daya tarik tambahan turis asing maupun lokal untuk merayakan Loy
Krathong di Chiang Mai.
Sesajen yang Siap Berlayar di Sungai |
Saya pun ikut bergerak ke sungai
Ping di sisi jembatan Nawarat Saphan yang bersisian dengan gerbang Tha Pae yang
sudah dipadati pengunjung lokal dan asing. Sajen yang saya bawa merupakan hasil
buatan sendiri bersama beberapa turis asing lainnya. Kalau tidak mau repot,
banyak juga yang menjual sajen sesuai kreasi masing-masing. Tidak mahal,
berkisar mulai 100-300THB. Dibantu oleh warga lokal yang sudah siap di dalam
sungai, saya menyalakan lilin dan mengapungkan sajen tersebut bersama ratusan
sajen lainnya.
Selesai mengapungkan sajen, saya
pun beranjak menuju salah satu kuil besar yang juga mengadakan prosesi
menerbangkan lampion. Di Wat Phantao, kuil yang masih berada di dalam area kota
tua ini, diadakan ritual doa bersama di hari pertama Loy Krathong dan juga
prosesi menerbangkan lampion. Ritual di Wat Phantao ini sebenarnya merupakan
versi kecil dari rangkaian festival yang diadakan seminggu sebelumnya.
Puluhan Lampion yang Menerangi Kota |
Kira-kira lima hari sebelum Loy
Krathong dimulai, Yi-Peeng Festival dirayakan dengan ritual Buddha.
Festival lampion ini tidak banyak berbeda dengan Loy Krathong sendiri, tetapi
di Yi-Peng Anda bisa menemukan lebih banyak lampion yang diterbangkan secara
serentak. Berlokasi sekitar 13 Km dari pusat kota, sebuah kampus kedokteran Mae
Jo University, ratusan warga lokal dan turis asing berkumpul di lapangan luas
untuk melakukan prosesi ini. Pertama-tama, acara ini dibuka dengan pembacaan
doa dan matra oleh biksu-biksu di sebuah podium kecil. Meskipun bukan pemeluk
Buddha yang mungkin tidak paham dengan mantra yang dibacakan, Anda bisa duduk
manis dan siap dengan lampion yang akan diterbangkan. Setelah pembacaan doa
selesai, Anda diajak serentak untuk berdiri dan memegang lampion masing-masing.
Biasanya, lampion sudah ditulisi dengan harapan-harapan yang ingin dicapai.
Setelah diterbangkan, esensinya adalah semoga impian dan harapan itu terbang
makin tinggi sampai akhirnya tercapai. Lebih dari ribuan lampion diterbangkan
malam itu. Langit Chiang Mai yang cerah makin terasa hangat dan bersinar dengan
adanya lampion-lampion di udara yang menggantikan bintang.
Light The Candle And Make Wishes! |
Tentunya perayaan Loy Krathong
ini membuat suasana kota Chiang Mai lebih meriah dari biasanya. Dengan penduduk
kurang dari 150.000 jiwa, Chiang Mai tidak begitu padat dan terasa jauh dari
kesan touristic. Daya tarik Chiang Mai sendiri adalah wisata alam
lengkap dengan trekking bersama binatang khas Thailand, gajah. Selain itu
Chiang Mai dikelilingi oleh puluhan kuil yang mengepung isi kota, tidak
terkecuali kuil di atas pegunungan Doi Suthep.
Let's Fly! |
Usai menikmati dua hari festival
sampai tengah malam, saatnya saya menjelajah sisi lain di luar distrik Mueang
Chiang Mai sebagai pusat kota. Tujuan utama saya adalah Wat Phra Tat Doi Suthep
yang berada di pegunungan Doi Suthep, 15KM dari kota. Ada beberapa moda
transportasi yang bisa dipilih, Anda bisa menyewa motor, naik taksi atau ikut
dalam angkutan umum Song Theaw, alias angkot. Saya pun memilih naik Song Theaw
yang bentuknya seperti bemo zaman dulu. Angkot berwarna merah ini biasanya
berisi 8-10 orang yang dikenai biaya 30-50THB perorangnya. Perjalanan sekitar
satu jam ini pun dilalui lewat jalan pegunungan yang berliku. Sesampainya di
sana, saya harus menaiki tangga sebanyak 309 anak tangga menuju puncak Doi
Suthep. Kalau Anda terlalu malas berjalan, disediakan lift yang membawa Anda
langsung ke puncak. Kuil ini merupakan representasi kuil Buddha dan Hindu.
Terlihat dari patung Buddha yang mendominasi kuil tetapi juga terdapat patung
Ganesha sebagai simbol Hindu.
Dari puncak Doi Suthep ini juga
Anda bisa melihat kota Chiang Mai dari puncak tertinggi kota ini. Pilihan lain
untuk berkunjung ke Doi Suthep adalah di saat matahari terbit pagi hari. Anda
bisa melihat cantiknya penjuru Chiang Mai saat masih gelap dan beranjak
terang.
Usai melihat seisi kuil Doi Suthep, Anda bisa melihat
perkampungan suku Lanna tidak jauh dari kuil. Hanya dengan menambah 80-120THB,
Anda bisa diantar oleh Song Theaw sekaligus melihat para perempuan Lanna yang
harus memakai kalung yang memenuhi leher mereka. Kalau Anda penyuka alam liar,
trekking dengan gajah lengkap dengan pawangnya bisa jadi pilihan menyenangkan.
Doi Suthep |
Selepas menjelajahi sisi pegunungan dan perkampungan Chiang
Mai, kembali ke kota terasa kurang lengkap tanpa merasakan the famous Thai
Massage. Berbagai gerai Thai massage tersedia di sepanjang kota tua Chiang Mai.
Mulai dari spa, refleksi sampai aromatherapy. Dari mulai spa premium, pijat
tradisional sampai refleksi di pinggir jalan yang minimalis. Lelah berjalan
saya pun memilih pijat refleksi kaki dan menikmati Thai Greentea yang
menyejukkan.
Perjalanan ke the new city ini akhirnya ditutup dengan
menyicip jajanan pasar malam yang unik, mulai dari Banana Nutella Rote,
berbagai gorengan seperti sosis dan bakso sampai penjual suvenir khas Thailand yang
harganya benar-benar miring.
Rasanya, saya ingin kembali ke sana menikmati lagi Loy
Krathong yang diperkirakan jatuh tanggal 17 November 2013. Festival lampion ini
menjadi refleksi sendiri harapan, impian dan mimpi yang diterbangkan bersama
dengan lampion dan sesajiannya. May all these joy blessed you through the new
year!
*also published on Maxim February 2013 Edition.
1 comment:
Kira -kira 2015, jatuhnya tanggal berapa ya? Tapi pasti november ya?
Post a Comment