Tuesday, February 16, 2016

Tiga Jam Untuk Selamanya

Local Work Bantul!
Lima dukuh dalam satu kabupaten di Bantul, Yogyakarta menjadi taman bermain kami bersama tujuh puluhan anak-anak desa sekitar hari Minggu pagi. Hamoir empat puluh menit dari pusat kota Yogyakarta, kami bertemu dengan mbak Wiwid, yang menyambungkan kami dengan teman-teman di Desa Canden, Bantul. Awalnya, tiga tahun lalu program International People’s Project dari CISV menghasilkan mobile library yang menunjang kebutuhan membaca masyarakat di Bantul. Tahun 2016, keinginan untuk mengunjungi kembali sekaligus melanjutkan program MOSAIC CISV x KIJP yang Juni lalu diadakan di Pulau Klapa – Harapan, Kepulauan Seribu.



Energizer, Pemanasan Di Bawah Matahari Bantul yang Panas
Kami mengadaptasi kegiatan teman-teman Kelas Inspirasi, mengenalkan tentang profesi sekaligus kemampuan lain seperti tari, arts & craft, dan juga kegiatan menonton bersama. Kali ini, ada empat belas relawan yang terlibat untuk berinteraksi soft skill.
dengan warga Bantul. Anak-anak dibagi menjadi tujuh kelompok dengan anggota  9-10 orang tiap kelompoknya. Awalnya, kami berharap usia anak-anak berkisar 10-15 tahun tetapi yang akhirnya datang sangat beragam bahkan mulai usia sembilan tahun. Setelah permainan untuk saling berkenalan, tiap kelompok memulai perjalanannya yang diberi nama “Anak Bantul Keliling Dunia”. Konsep awalnya mengenalkan dunia luar dengan berkunjung ke ‘negara’ yang menjadi nama pos-pos. Setiap pos memiliki pengalaman yang berbeda-beda, ada yang pengenalan profesi ada juga yang mengasah
Kak Dayat Beraksi, Kak Ina Sampai Terlena
Nonton Film Boncengan

Selama lebih kurang tiga jam, ada tujuh pos yang bisa didatangi oleh tiap kelompok. Di pos profesi ada Thailand bersama kak Didi yang mengenalkan profesi bidang humas, ada Belanda yang diisi kak Irma sebagai pengamat burung, mengasah kreativitas di Mesir dengan berkreasi lewat gambar daun bersama kak Dayat, lalu saya sendiri di Brazil mencoba membuka imajinasi sebagai filmmaker. Di pos selain profesi, banyak permainan dan kegiatan yang tak kalah seru. Mulai dari arts & craft bersama kak Uke yang membuat boneka dari benang wool, keliling dunia dan Indonesia bersama kak Novi, atau permainan berdasarkan nilai-nilai kejujuran dan kepercayaan bersama kak Dini. Waktu selama 20 menit pun terasa begitu cepat dan tidak cukup untuk menjabarkan semuanya sampai detail.
 Keliling Dunia dan Indonesia bersama Kak Novi
Setelah makan siang, acara berlanjut dengan menonton film pendek Boncengan dari sutradara Senoaji Julius. Menariknya, film berbahasa Jawa ini ternyata diproduksi masih di wilayah Bantul. Tidak sedikit anak-anak yang menonton bereaksi ketika melihat dan merasa latar film tersebut begitu dekat dengan keseharian mereka. Setelah menonton, rangkaian terakhir dari acara Local Work Bantul ini adalah sharing session bersama kak Made. Ia adalah seorang penari yang besar di Bantul dan kini melanglang buana dan berkarier sebagai penari. Tidak hanya itu, kak Made mengajarkan gerakan-gerakan tari dasar dan juga menantang adik-adik untuk membuat koreografinya sendiri. Tak terasa hari makin petang, saatnya berpisah dengan Desa Canden dan anak-anak yang sebenarnya masih bersemangat.
Dalam waktu yang begitu singkat, mungkin perlu waktu lebih lama untuk akhirnya memahami apa yang kami coba sampaikan pada mereka. Kebanyakan dari adik-adik hanya mengenal dokter, polisi atau astronot sebagai cita-cita. Tidak banyak dari mereka yang pernah menjejakan kaki di luar Yogyakarta, apalagi melihat Tugu Monas. Bisa juga Indonesia hanyalah satu-satunya negara yang ada dalam bayangan mereka. Saya sempat kebingungan ketika kelompok pertama yang datang ke pos saya, segerombolan anak-anak usia 9-10 tahun. Ketika ditanya, apakah pernah menonton film, jawabannya hanya geleng kepala. Ketika dipancing dengan tontonan TV – saya menghindari menyebut judul sinetron – seperti Upin Ipin atau Naruto barulah mereka mulai ngeh. Akhirnya perjalanan menyusun bagaimana film itu dibuat baru bisa muncul di kepala mereka. 
Pos Kak Uke yang Paling Populer
Gengs, You Guys Rocks! Kalian Batu!
Kegiatannya pun saya ubah lebih sederhana. Saya sudah siapkan beberapa kartu dengan tulisan satu buah kata, mereka harus ambil dua-tiga kartu dan mencoba merangkai menjadi sebuah cerita. Kata-kata yang dipilih sudah saya coba pilihkan yang dekat dengan mereka, misalnya Borobudur, sepeda motor atau jadah tempe. Namun, mereka masih kesulitan menyusunnya bahkan untuk memahami kata tersebut masuk dalam kategori apa. Senang akhirnya ada anak-anak yang membuat kisah dari tentang Monas, Borobudur dan bahkan bisa memikirkan ada kejadian menarik (konflik), siapa saja yang memerankan dalam cerita (aktor) sampai menentukan tema (genre) dari cerita yang mereka buat itu apa. Rasanya ada kesenangan sendiri saat mereka tertawa geli akan cerita yang dikarang sendiri atau terperangah dengan gaya kawannya berlakon layaknya aktor jenaka.

Semoga akan ada kesempatan buat bertemu lagi dengan mereka, semoga ada kesempatan untuk mereka bertemu hal-hal asing yang menggugah pikiran mereka, semoga ada kesempatan bertemu dan berbagi dengan teman-teman lain di tempat berbeda, ide-ide yang berbeda.

Tuesday, August 18, 2015

At The Beginning - Amazing Journey of Evergreen Village CISV China (Part 1)

In 2013, I didn’t finished my stories about my very 1st CISV experience in The US for Step Up program. It was one hell of life changing experience. Since then, I promised myself that it was not my last program in CISV. So here I am now, five days after finishing my 2nd program (as a leader) in China and yes, it’s Village.

Two years ago, I met this US Delegation who were attractive, knows CISV well and very outspoken who told me that, “Village is magical for me, it’s wonderful life changing experience”. I was thinking, how come a 14 years-old kid understand some part of their life has been changed when they were 11? That’s how I encourage myself to be village leader. So, in January 2015 – a week after I finished staffing on Youth Meeting in Jakarta- I joined the selection to be leader in Summer 2015. I was submitting to be village leader. And in February (or March, I forgot) I got announcement from chapter leader coordinator that I was selected as village leader and appointed to go to China. Woohoo!

Even tough I have around 4-5 months preparation, the challenge wasn’t become easier. 1st of all, I have to manage to get leave from my office. Apparently, the camp will held on Eid holiday but I still need 21 days in total so I took 17 days unpaid leave. 2nd, to prepare the visa, dance and all knick-knacks for open day etc was not so easy while involving four pairs of parents. As time goes by, I managed all the preparation between my working schedule and personal life. It reminds me, two years ago the US visa really got on my nerves and I almost gave up. Thank God, this year way much easier :D
3rd, We sent 5 village delegation this year but we still missed out delegates to complete the rest. So my delegation was the last to formed and none of them ever joined CISV pre-camp. My work getting harder because we only had one pre-camp and one delegation time. Also, not to mention Razzaa quite busy with his football club so he sometimes has to skip dance rehearsal and meet other delegates.

As the last delegation to depart from our 
chapter, I had a chance to gain story and inputs from my seniors. How to handle 11-sometimes-spoiled-brats-kids, when the best time to have national night and day off, how to deal with staffies, and other adult groups. Even though I myself had CISV experiences, it was still new to me.

Finally, the D-Day is coming! And yes, our departure day was on the exact same day on Eid celebration. It means, most of us had to skip the prayer and miss the chance to meet our big family. Fortunately, it wasn’t a biggie for the parents. We took Garuda Indonesia from Jakarta to Guangzhou for 5,5 hours straight and I don’t have to worry about transit or missing 1-2 kid during travel time. Right after we arrived, there’s bunch of kiddos try to call us and shout “CISV..CISV?” I wasn’t ready for any conversation that ti


me, but then I realized they might be delegations to the same camp. It was Italian and Germany delegations who arrived at almost the same time like us. Saw some friendly faces and my delegates started to be curious. After that, gotta to say bye to them because their host family ready to picked them and we will meet in three days. The boys, Jantara & Razzaa, went to same hostfamily while Marsya & Andari went to the other one. Apparently, leaders duty already started as we landed. We took most of delegates luggage to the bus and go to the campsite in Cang’an, two hours ride by bus.

After we had dinner, take a look at our campsite, Cang’an Center Kindergarden, we meet (almost everyone) of leaders, JC and some staffies and had some rest. The next day, Carlos, our beloved camp-director started the training and getting to know each other. We sit in couple, and we have to draw about our pair’s family, their daily activity, dreams and fears. As I remember I have to draw about Chore’s (Mexican leader) activity as computer programmer. Maddy’s (The US JC) family, Ilja (Germany leader) and WInson (local staff) future dream. We had quite fun training
and know each other then we wrapped up the first 3 days with dinner feast in Parkway Hotel as welcoming dinner from CISV China.

So, the beginning of our Evergreen Camp went pretty well, as we also passed the Evergreen Street which the inspiration of the camp theme itself. I will continue the complete story of the journey, the ups and down, the la

ughter and tears..

See you in the next posting! 



Tuesday, June 23, 2015

Jakarta dan Hangatnya yang Alpa.

Hari ini di timeline Path saya mendadak ramai posting pakai pakaian Abang None, atau ondel-ondel. Baru ngeh, hari ini tanggal 22 Juni hari ulangtahun ibukota Jakarta. Sesaat saya sempat berhenti
sejenank dan berpikir,  apa yang bisa saya ucapkan untuk kota tempat saya tinggal 28 tahun terakhir ini? Tidak macet, tidak banjir, jadi tujuan turistik? Ah, rasanya i can live with that. Entah saya mati rasa atau berusaha legowo menerima kekurangan Jakarta ini.Saya jadi ingat, kira-kira obrolan dengan seorang teman yang menghabiskan masa kuliahnya di Jogja. Ia terkaget-kaget ketika tahu saya asli Jogja dan selalu ke Jogja tiap Lebaran. Bukan, bukan karena ternyata kami berasal dari kota yang sama. Keheranan dia muncul karena saya tidak pernah mencicipi kota pelajar tersebut. Bagaimana
tidak heran, saya cuma datang ke Jogja lewat Adi Sutjipto atau Tugu, langsung menuju rumah nenek di Tamsis, melewati 4-5 hari dengan makan gudeg dan ayam goreng yang saya tidak pernah tahu namanya, belanja di Malioboro dan makan Bakmi Kadin. "Yakin orang Jogja? Kok destinasinya turis banget?" Ada nada judgmental di situ, tapi sayangnya saya tidak bisa membantah. Lebih dari 20 tahun hanya  bisa merasakan jadi anak Jakarta dengan segala stereotipenya. Bahkan, tiga tahun lalu plesiran ke Bali, teman dekat saya berkomentar tentang kunjungan saya ke Potato Head dan Nasi Pedas Bu Andika, "Anak Jakarta banget ya jalan-jalannya!"

Saya mencoba menelan kembali, apa yang salah jadi anak Jakarta? Saya memang tidak pernah keluar dari kota ini. Saya lahir, besar, sekolah, kuliah dan bekerja di sini. Hampir penjuru kota ini saya
eksplorasi demi mengabaikan kepenatan atau kebosanan yang dikeluhkan teman seperjuangan yang mencari nafkah di kota ini. Sampai sekitar tiga tahun lalu, saya mencoba cari tahu, ada rasa apa di luar Big Durian ini? Mengapa seolah-olah rasa campur aduk di Jakarta ini masih terasa 'kurang'? Memang sempat saya begitu terobsesinya dengan traveling, jalan ke sana ke mari. Namun,
rasanya lain. Saya berjalan sebagai pendatang, dengan tulisan turis di dahi saya. Sampai akhirnya ada perjalanan hampir dua minggu di Jogja, saya berusaha melebur dengan lokal. Tidak, mereka juga bukan sepenuhnya orang asli. Saya pun coba lagi mampir ke kota-kota dekat yang dulu saya anggap tidak menarik, Solo, Makassar, bahkan Kendari. Saya buang jauh-jauh itinerary panjang tujuan liburan saya. Pilihan duduk di teras rumah atau warung kopi terdekat justru agenda paling menarik. Ini juga akhirnya yang mengurungkan niat saya lebih sering traveling. Saya kehilangan esensi kehangatan perjalanan itu sendiri.

Kembali soal Jakarta, akhirnya saya mulai paham kenapa orang begitu rindu Jogja, sejuknya Bandung atau Malang, nikmatnya Solo atau tenangnya Bali. Saya mulai paham, mengapa warga Jakarta mudah tersulut berkomentar di sosial media atau di lingkungan terdekatnya tentang hal sepele yang justru bikin panas telinga. Bukannya saya menikmati macet atau kekhilafan warganya yang serba seenaknya, mungkin saya sudah mencapai tahap 'nrimo' dengan kondisi ini. Saya percaya, kadang bukan keinginan sendiri untuk mengadu nasib di kota ini. Ada beberapa kejadian yang saya alami akhir-akhir ini juga sempat membuat saya termenung. Bulan Mei lalu, saya main ke Purbalingga untuk menghadiri sebuah festival film. Pagi-pagi, kami main ke pasar. Tiba-tiba ada seorang bapak menegur, "Mbak dari Jakarta?" Saya kaget, tahu darimana dia? Saya pun mengangguk sambil tersenyum, Ya pak. "Saya dulu kerja mbak di Jakarta, mbak Jakartanya mana? Saya dulu jadi teknisi gedung.." Cerita si bapak pun bergulir, saya mencoba mencerna. Saya lihat dia berjualan -
saya lupa, entah batu akik atau perkakas dapur biasa. Nampak senang berbaur dengan ramainya pasar. Terbersit juga, dengan hidupnya yang cukup di Purbalingga, kenapa dia harus ke Jakarta? Apakah Jakarta menjamin hidupnya layak seperti di desa? Apakah Jakarta menjamin ia
bisa tersenyum lebar dan menghirup udara segar tiap pagi tanpa polusi dan macetnya? Lagi-lagi, saya masih alpa mencari eksotisme Jakarta bagi pendatang semacam bapak itu.

Lalu, apakah dengan ini semua saya memutuskan untuk meninggalkan ibukota? Bukan, bukan karena ingin tinggal dan menikmati nyamannya negara lain seperti yang diidam-idamkan kebanyakan orang di sekitar saya. Kalau ya, mungkin saya perlu mengutip omongan Seno Gumira Ajidarma, saya tidak ingin punya memori masa tua tentang kemacetan soal Jakarta dan membesarkan keluarga di dalamnya. Entah itu jadi ucapan yang sederhana bagi kota Jakarta yang baru ulangtahun atau (lagi, mengutip omongan teman saya) hanya akan jadi impian ideal untuk jauh dari Jakarta demi hidup yang lebih tenang.

Selamat ulangtahun!

Friday, September 05, 2014

Chicken or Eggs?

Gimana chia pudidngnya udah dicoba?

Mungkin seperti saya juga, nggak bisa selalu sarapan manis-manis. Kadang pengen coba yang lebih savoury.
Nah, menu yang ini bisa jadi alternatif sarapan atau post-work out meals. Biasa kan, kalo abis olahraga kadang kita sok cantik nggak mau makan, padahal perut meraung-raung. Daripada sedih nggak bisa makan tapi juga nggak mau ngerasa sia-sia olahraganya, menu ini bisa dicoba sebagai pengganti Indomie kala malam atau pendamping roti panggang saat sarapan.

Oia, cuma mau info aja, postingan makanan di blog ini nggak dibuat untuk menurunkan berat badan sih. Intinya, kalau saya orangnya harus sarapan karena kalo nggak, jadwal makan pasti berantakan. Banyakan jajannya di antara waktu makan siang dan malam. Sungguh nggak sehat bagi pencernaan dan kantong! Pilihan menu dan bahan-bahan juga sebenarnya lebih untuk ngurangi konsumsi 'makanan nggak sehat' yang selama 20 sekian tahun terakhir saya konsumsi. Contohnya, saya pecinta berat milktea bisa seminggu 1-2x minum milktea. Artinya, konsumsi teh, susu, gula dan tapioka (bubble) cukup tinggi jadi untuk mengimbanginya, saya coba sarapan yang lebih berserat dan banyak minum air putih. Jadi saya tetap bisa minum-minum manis dengan kurangi asupan gula di menu lainnya. Yah, semacam subsidi silang. Kalau ada yang memang lagi program penurunan badan, menu-menu ini bisa jadi alternatif resep coba-coba juga lho..

Baiklah, mari kita coba buat resep yang mau saya bagi kali ini.Menu yang mudah, bahannya ada di sekitar kita dan nggak pakai ribet. Kalau saya yang buat, bisa dipastikan menu in SUPERGAMPANG! Jadi kalau saya bisa, yang lain pasti lebih jago :p

Telur Panggang

Oops..foto Telur Panggang saya sudah hilang, ini referensi Closet Cooking
Kenapa telur? Telur bisa diolah dengan banyak cara, kalau biasanya diceplok atau didadar, saya sebagai pecinta telur setengah matang jatuh cinta sama rasa telur panggang setengah matang ini. Buat sarapan, telur bisa jadi sumber energi dan gampang dipadu dengan bahan makanan lain.Ada dua menu favorit telur panggang, saya share satu dulu ya..

Telur Panggang Alpukat:

Bahan-bahan:

1 butir telur
1/2 buah alpukat matang
Garam, Lada, Gula secukupnya.
**extra: Bacon Bits atau Keju Parmesan jika suka

Cara membuat:

1. Potong alpukat di tengah jadi dua bagian. Pastikan biji alpukat masih berada di tengah.
2. Ambil bijinya, bersihkan bagian dalam alpukat. Kerok sedikit dengan sendok untuk memberi ruang untuk telur di tengah-tengah.
3. Pecahkan 1 butir telur di tengah-tengah alpukat. Pastikan tidak meluap ke luar alpukat.
4.  Panaskan oven.
5. Taburi telur dengan garam/gula, lada, dan topping tambahan secukupnya.
6. Lalu panggang telur sampai tingkat kematangan yang diinginkan. Ingat, semakin tebal bagian alpukat semakin lama juga waktu yang dibutuhkan untuk memanggang.
7. Angkat telur, sajikan hangat!

Kreasi telur panggang saya dengan tomat
Kitchen's Tricks

Pilih alpukat yang sudah matang jadi tidak terlalu pahit. Beberapa kali saya salah pilih alpukat, alhasil justru nggak kemakan.
Kadang-kadang untuk menghindari tingkat kematangan yang beda-beda, bisa juga kerok alpukat dan letakkan di mangkok kecil baru tuang telur di atas alpukat.
Nggak suka alpukat? Bisa diganti dengan tomat ukuran besar, paprika, kentang, ubi atau pepaya. Tekniknya sama kok hanya paduannya disesuaikan dengan karakter rasa padanan telurnya.

Laper? Dicoba yuks!





Wednesday, September 03, 2014

Let's Make Chia Pudding!

Sudah meresapi Do's and Don'ts untuk pairing chia di posting sebelumnya?

Oke, mari kita siapkan beberapa bahannya untuk membuat dua porsi chia pudding. Kenapa dua? Karena kadang-kadang porsi sarapan beberapa orang nggak cukup satu, selain itu kan lebih enak sarapan berdua dibanding sendiri :p

Peralatan:
2 gelas belimbing atau 1 mason jar (mason jar bisa dibeli di Ace Hardware, Pasar Mayestik, etc)

 
1 sendok makan atau 1 sendok takar susu
Bahan-Bahan
2-3 sdm Chia Seeds
¾ Gelas liquid untuk mason jar atau 1 gelas full untuk gelas belimbing
Larutan atau bubuk perasa secukupnya
Buah-buahan untuk topping.
Caranya:
Larutkan chia seeds ke dalam larutan liquid, aduk rata. Jika ingin tambahkan penambah rasa atau aroma, campur sebelum liquid dicampur dengan chia seeds.
Masukan ke dalam kulkas tanpa penutup gelas.
Diamkan selama semalam (min.6 jam supaya mengeras). Satu- Dua jam pertama,bisa sesekali cek untuk diaduk perlahan karena kadang ada chia seeds yang mengendap di dasar gelas dan tidak teraduk.
Setelah semalaman, aduk kembali sampai liquidnya berkurang.
Tuang chia pudding ke piring atau gelas saji, taburkan dengan buah potong atau topping lainnya.
Sajikan dingin.

Di mana beli chia seeds? Berapa Harganya?
Harga chia seeds beragam mulai 70.000 – 210.000 per 100gr.
Saya Cuma pernah beli chia seeds lewat dua cara:

Bli di Bali:
-          Down to Earth Café/Earth Café/Zula : Sebenarnya ini masih satu company, namanya beda-beda aja. Ada di Seminyak dan Ubud. Cafenya menjual bahan-bahan alami dan organik.
-          Bali Buda Ubud (bisa online juga..)
-          Alchemy Ubud
-  atau beberapa kafe/resto vegetarian yang banyak di Ubud.


Online Shop, Sis!
-          Di instagram banyak sekali pilihan:@toko_organic @namaste_organic @dapurorganik @helenes_organics etc..
-          Webstore: superfoodsindonesia.com , clubsehat.com atau rakuten.co.id

Katanya sih ada di Jakarta…

Tapi saya belum pernah benar-benar coba dan nemu, mungkin ada yang bisa kasih info?

Selamat mencoba J



**foto dari foodnetwork.com

Tuesday, September 02, 2014

Chia Chia Chia!

Berawal dari coba-coba sekarang malah jadi keterusan! Nyobain bikin berbagai makanan di dapur sebenarnya bukan karena suka masak, tapi Cuma buat survival kit berhubung nyokap nggak di rumah selama weekdays dan nggak punya ART lagi di rumah. Salah satu yang bikin nagih sebenarnya ide menu-menu sarapan yang bikin saya selalu pengen coba-coba. Walaupun lidah saya Indonesia banget, saya nggak pernah bisa terus-terusan sarapan nasi. Jadilah sok-sok Londo sarapan kalo nggak roti, telur, sereal. Sampai akhirnya nemu beberapa menu yang lagi hits dijual di beberapa gerai makanan sehat di online shop,saya pun penasaran coba bikin sendiri soalnya harganya lumayan mahal kalo beli. Beberapa di antaranya raw almond mylk, overnight oats, chia pudding, raw cashew cream cheese dan beberapa menu ‘ajaib’ lainnya. Sebenernya cara bikinnya SUPER GAMPANG! Cuma emang kadang-kadang perlu beberapa kali dicoba supaya sukses.
Saya coba share beberapa tutorial bikin beberapa menu ini, dibagi jadi beberapa postingan ya…
Chia Pudding

Apa chia pudding itu? Sebenernya ini terbuat dari biji-bijian, chia seeds yang dicampur dengan minuman apapun bisa terkonsentrat jadi layaknya pudding. Chia seeds sendiri adalah biji-bijian yang masih satu keluarga dengan daun mint. Biji-bijian ini banyak ditemukan di Amerika Selatan, seperti Mexico atau Guatemala.  Mirip selasih kalo di Indonesia, saya juga sempat curiga jangan-jangan memang sama, tapi entahlah.. Manfaat chia seeds sendiri penuh kalsium, magnesium, fosfor, omega 3 dan juga kaya serat. Baik untuk tulang, gigi, membantu mengurangi diabetes, kolesterol dan membantu melancarkan metabolisme. Chia seeds ini ada dua macam, white and black chia seeds. Saya kebanyakan menemukan black chia, belum pernah coba white chia. Katanya sih rasanya sama saja.


Sebelum menuju resepnya, ini beberapa bahan yang biasa digunakan untuk pendamping chia seeds supaya sukses jadi pudding:

Liquids
Campuran liquids ini penting untuk mengolah rasa chia seeds sekaligus menentukan teksturnya. Komposisinya kira-kira 2:3, chia seeds: liquidsnya.

-          Raw Almond Mylk : Paling umum digunakan, emang paling mudah nyatu juga sih dan biasanya teksturnya lebih padat tapi tetap kenyal.
-         
      Soy Milk: Ini juga saya suka jadikan campuran beberapa waktu lalu, apalagi ada merk Lactasoy dengan rasa greentea.  Buat yang suka manis, campuran ini cocok sekali.
-          
      Susu sapi: Buat yang nggak hard core clean-eatingnya, bisa pakai ini sebagai campuran. Boleh juga eksperimen dengan susu Cimory yang banyak rasa atau Coutre rasa vanilla atau pisang. My personal fave!
-          
       Air kelapa muda: Ini bisa jadi pilihan untuk yang nggak terlalu suka rasa produk olahan susu. Paling cocok dengan topping buah-buahan segar dan berair.

** Apakah bisa pakai jus? Nah, saya sendiri belum pernah coba, karena kalau pake jus kemasan menurut saya ada kontra dalam proses penyatuan chia seedsnya apalagi jus kemasan penuh gula. Sedangkan jus-jus segar yang biasa dipakai smoothie, biasanya diminum beserta ampasnya. Jadi mungkin sebaiknya kombinasi ini nggak disatukan, kalau mau minum green smoothie ditaburi chia seeds saja sih monggo…

Pemanis atau Perasa
Ada yang pernah nanya, “Untuk penambah rasa pakai apa? Apa perlu tambah gula?”
Saya sendiri nggak pernah pakai tambahan pemanis, biasanya RAM sudah diberi esens kurma untuk pemanisnya. Kalau pakai susu kemasan, beberapa sudah mengandung pemanis. Tapi boleh juga dicoba misalnya memakai susu sapi segar atau susu kedelai tanpa rasa, boleh campur dengan 1-2sdt cacao powder atau matcha powder untuk memberikan aroma dan sedikit perasa pada chia pudding.

Toppings:
Nah ini dia bagian terseru bikin chia pudding, bikin topping yang unyu-unyu warnanya! Jujur ini susah sih, apalagi saya Cuma terpaku sama blender biasa (bukan food processor yang dipake ibu-ibu canggih di luar sana). Berhubung ini postingan perdana soal makanan ala-ala clean eating, kita coba yang simple-simple dulu aja begimana?

Sweet and Sour Fruits
-          Pilih buah manis yang bisa menambah rasa alami tanpa perlu gula, misalnya pisang, melon, kelapa, mangga, papaya, nangka, atau pir. Biasanya buah-buahan manis ini bikin tambah kenyang lho!Pilihan berikutnya buah yang agak asam supaya rasanya seimbang, misalnya stroberi, kiwi, nanas, anggur, goji berry, cranberry, tomat cherry, blackberry.    Hindari buah-buahan yang terlalu ‘creamy’, selain bisa bikin enek karena chia pudding mengenyangkan, kalau campurannya nggak pas yang ada malah nggak pas rasanya. Buah seperti alpukat, atau durian (ya keleus..) dihindari ya buat campuran chia pudding.

 Crunchy Granola and Families
-          Boleh nih, tambahkan 1 sdm granola atau rolled oats buat menambah rasa crunchy di atas chia pudding  yang lembut. Ingat takarannya jangan banyak-banyak, karena oats juga mengenyangkan! 
      Cocoa nibs, shredded coconut, atau dried fruits boleh juga jadi topping..   


  Honey…If You Love Me Please Smile for Me!
 Ada juga yang pada dasarnya doyan manis, nggak salah kok menambah sedikit madu, selai buah atau esens kurma di atas chia puddingnya. Cukup 1sdt saja ya..

 Lalu..kalau sudah tahu chia seeds dan pasangan klopnya, gimana cara buatnya?

 Berhubung postingan ini udah kepanjangan, lanjut di postingan berikutnya ya :) 

Monday, January 06, 2014

2013 : The Year of Stepping Stone

Seperti biasa, tidak lengkap memulai tahun yang baru tanpa melirik sedikit dan member sedikit marka tentang momen-momen berkesan di tahun sebelumnya. Kalau mau dibilang,2013 merupakan tahun stepping stone buat saya. Kenapa? Banyak hal yang saya coba raih perlahan-lahan dan stepping stonenya terjadi di tahun lalu. Mungkin terdengar terlambat di saat seperti ini saya masih menganggap semuanya stepping stone, tapi itulah yang benar terjadi. Bukan sekadar steppingstone, tetapi path yang selama ini saya cari dan (semoga) memang cocok.
Tidak banyak yang saya ingat tiap bulannya apa yang terjadi, tapi momen-momen penting terjadi di tahun 2013 lalu. Beberapa adalah highlightnya dan harapan-harapan di tahun ini yang lebih baik J

Joining CISV, Another Life Changing Experience!

Di bulan ini, saya memulai perjalanan sebagai salah satu leader baru CISV.Mungkin saat saya duduk di bangku SMP kelas2 hanya dengar dari seorang teman yang baru saja ikut camp, sebelas tahun kemudian barulah saya paham apa sebenarnya program CISV ini. Proses seleksi juga dimulai di bulan ini lewat beberapa tahap seleksi. Setelah seleksi, ternyata saya dipercaya menjadi leader Step Up yang delegasinya masuk kategori remaja 14-15 tahun dengan tujuan Cincinnati,USA. Kira-kira empat bulan persiapan ini penuh penjuangan, darah dan air mata. Pertama, mendadak izin kantor ditolak atasan karena bentrok dengan event. Kedua, visa Amerika yang Maha Esa itu ikut-ikutan menolak saya dengan alas an tidak ada ikatan finansial dan  emosional yang kuat dengan Indonesia. Mungkin wajah saya menunjukkan keinginan untuk tidak kembali ke tanah air. Ketiga, salah satu delegasi ada yang batal berangkat dan terpaksa diganti sekitar tiga minggu sebelum berangkat. Alhasil, seperti harus kenalan dari nol lagi dengan delegasi baru ini. Alhamdulilah, tiga rintangan di awal itu ternyata jadi titik balik ketika akhirnya sampai di camp dan strunggling selama lebih kurang satu bulan di sana. Sembilan Negara, dengan puluhan karakter yang beragam ‘terpaksa’ bertahan di satu camp. Belum lagi sebagai chapter pionir, CISV Chapter Cincinnati ini sungguh luar biasa kekeluargaannya dan murah hatinya (which actually also happening in our own chapter, Krakatau). Amazing! Maybe too many good things happened that I cant mention it one by one,but I can say it outloud this CISV experience filled up my life changing experience list. Melihat gimana perbedaan justru yang bikin kita kaya, melihat bagaimana hal paling nggak nyaman tapi harus dihadapi setiap hari, sampai hal paling kecil buat kita bisa begitu penting buat orang lain. Hal terekstrim setelah kembali ke Indonesia,selain jetlag dan campsick, saya nyaris mengajukan surat resign dari kantor karena merasa perusahaan tempat bekerja terlalu komersial! 

New Point of View on Journey of Traveling
Setelah setiap tahun punya rencana jalan-jalan solo, rasanya nggak afdol memasukan agenda tersebut di 2013. AKhirnya, terjadilah trip pertama ke Palembang dalam rangka Imlek. Trip selama 36 jam saja ini ternyata mematahkan segala persepsi saya tentang liburan sendiri. Justru saya mendapat kawan alias saudara jauh yang terus-terusan menemani saya. Bahkan sampai detik ini, masih berlanjut keakraban kami. Lalu trip ke Makassar & Tanjung Birra di bulan Agustus juga bernasib sama, atas rekomendasi paman saya, jadilah saya dijamu sahabat paman tersebut. Tidak ada ceritanya jalan-jalan sendiri dan repot ini itu sendiri. Destinasi lain, Waisak di Jogja yang basah kuyup dan heboh di social media, dadakan ke Kendari yang unik, festival penuh penulis di Ubud, akhir tahun ke Semarang juga menjadi highlight perjalanan saya di 2013. Bahkan, agenda dadakan ke Semarang menjadi pencatat sejarah sebagai kelompok perjalanan terbanyak bersama 5 orang lainnya. Rekor! Jelajah Indonesia lewat perjalanan 1 pulau 1 kota ini cukup menantang bagi saya dan nampaknya akan ada kelanjutannya tahun ini.


Festival oh Festival..
Untuk urusan kerjaan, tentu ceritanya beda lagi. Setelah agak waras dan membatalkan niat resign pasca camp, ternyata saya diberi kesempatan mengerjakan proyek Roro Jonggrang, JIFFest. Festival film ini bukan hal baru bagi saya. Ini penyebab anjloknya IP saya dua tahun 2007-2008 berturut-turut semasa jadi volunteer. Not to mention, ledakan-ledakan api asmara yang muncul sesama volunteer masa itu *ehm. Mulai dari meeting dengan PEMDA yang tiada akhir, sampai lock jadwal yang serba short notice. Well, pada akhirnya semua kejadian juga di bulan November. Padahal sudah sempat pesimis dan sebodo-teuing. Lain lagi dengan Ubud Writer Festival, lewat festival ini justru ditunjukan bagian mana dari industri ini yang pretensius dan mana yang punya motif tulus. Angkat topi untuk Om William Wongso yang mengerucutkan ide dan motivasi saya untuk melakukan perjalanan, for the love of food! Tidak lupa Agustinus Wibowo yang meyadarkan, perjalanan liburan bukan sekadar melihat Big Apple atau bersantai di pantai Santorini, semua perlu motif dan terasa lebih bermakna dari sekadar destinasi. Beralih ke festival lainnya, Jogja-Netpac Asia Film Festival. Sebagai anak baru di dunia film, datang ke acara seperti ini butuh nyali besar. Apalagi kalau datang dari Jakarta dan mewakili sebuah institusi. Jadilah bekal-bekal seputar festival dan kebiasaannya perlu disiapkan plus berani terjun sendiri sapa sana-sini supaya tujuannya tercapai. Mungkin belum bisa 100% berhasil, tapi setidaknya festival ini membuka mata saya atas apa yang selama ini saya piker berpusat di ibukota saja. Indonesia, film, dan industri apapun itu bukan hanya di Jakarta, bung!

Yang Terjadi dan Yang Terlupa
Investasi. Eat Clean. Headstand tanpa dinding. Rajin memasak dan beberes rumah. Olahraga dua sampai tiga kali seminggu. Rencana ‘merantau’. Sarapan setiap pagi. Setahun bersama AJP. Menyelesaikan buku. Icip-icip resep. Kontributor di media berbahasa Inggris. Nulis review film. Ngeblog. Nonton film dari 52 sutradara yang filmnya belum ditonton. Konser? Konser Apa?
Ya, beberapa hal yang masih belum dicapai masih bisa dikejar di 2014 ini. Hal lain yang sudah tercapai saatnya diapresiasi.

There’s Always A Hope in Every Dream
10 Books A Year, balada susah tamatin satu buku dan tergoda ke buku yang lain.
1 Kota 1 Pulau di Indonesia, Sumatera dan Ambon!
100 Sutradara Yang Filmnya Belum Pernah ditonton, boleh kopi film-filmnya?
Ikut Tes IELTS, dan lolos sesuai target
No instant food more than once a week, clean clean clean.
3 Menu Masakan Indonesia, Rendang? Rawon? Rengginang? Rempeyek? Rica-rica?
3 Desserts, Kalo ini boleh suka-suka J
Sirsasana & Bakasana Lebih dari 10 detik, *komat-kamit berdoa biar gak cedera*
Good luck and embrace 2014 fellas!

May all beings be happy J

Tuesday, April 30, 2013

Sumatera Food Fest


Local Treats to The Legendary of Northern Sumatera Food Feast
In the island of Sumatera, culinary is one of the best exploration for you to do. It’s a heaven for a sweet tooth or a die hard fan of spices. In Sumatera, a mixture of Malay, India, China and Indonesia bring the uniqueness within their recipe of culinary as a reflection of traditional Sumateran culture. Stroling down to the northern part of Sumatera, Medan is one of the biggest city in Sumatera and a capital city as well. Medan is famous for its durian, a stinky yet delish tropical fruit. If you visit the city, bring back the packed-frozen durian is a must. As a tropical fruit, Durian Medan is one of the best compared to Durian Monthong from Thailand.

For locals, to have a sip of tuak – the traditional local alcoholic drinks is also mandatory.  Made from Nira flower’s fermentation, tuak can be found in every corner of tuak stall called Lapo. Origins of Medan believe that tuak is the element to socialize and also good for your health. For new moms who start the breastfeeding, drinking tuak bring you a high quality breast milk.
If you think those local foods are uncanny for your digestion, we’ll take you to explore the sin city of Medan, where you’ll become the victim of the glorious moment of culinary trip.

As mentioned before, mixture of local taste with a bit of India brings us to district called Kampong Keling – where all the Indians gathered up together. Here you can find enourmous selections of local treats and also Indian food. From food stalls that sell murtabak or martabak, to a classy and authentic Indian restaurant. Our first stop is the famous, Cahaya Baru located in Jl. Cik Ditiro. Visiting Kampong Keling wont be complete until you grab a bite in this Indian style restaurant. Since ten years ago, Cahaya Baru serve up various Indian food with loads of authentic spices. Some of you might familiar with Chicken Tandoori, Chicken Tikka Massala, Roghan Josh, and Paneer Curry. Those chicken-cutlet meets the coriander, cumin and cilantro then marinated in yogurt bring the aromatic mouthwatering dishes. Paneer curry, vegetarian selection is also one of the popular dish served in Cahaya Baru. A mild Indian cheese cooked with ginger, cumin and most important ingredients, fresh peas. Its not really common menu, but here Paneer Curry become favorite even for carnivores.
To complete these savoury taste, Biryani Rice or Tissue Bread are the core to get all the best combination in Cahaya Baru. Yellowish rice with smells of cloves and cinnamon, or a soft yet crispy pastry dough dip into curry sauce are always the perfection. Use you hands to eat to get the finger lickin’ good sensation of Indian!
Before we move to any other authentic taste from locals, refresh your pallete with kulfi, a frozen dairy dessert made from milk, cardamon and piece of almond.

Move on to another place where you can found a governor, highschool students,reguler employee or even celebrities eat in a famous yet small food stall. In a neat, clean and simple stall, hundred plates of Lontong Pecal served daily to customers not only come from Medan but also along the way from Java or even from abroad. Lontong Medan Kak Lin famous for its rice cake that also become one of popular Medanese dish that can be found everywhere. But then, what makes this lontong – rice cake even more popular than others? The key ingredients of course locked up with Kak Lin herself, she’s the only person who knows the recipe and also preparing all the menu by herself.  The core ingredients most of lontong Medan contains rice cakes, coconut milk, boiled eggs and veggies. But Kak Lin modified her rice cake with peanut sauce, stir fried vermicelli,  tempe – soybean cake, boiled egg and veggies. This Lontong Pecal become the best seller menu at her stall since its opened in 1994. The peanut sauce itself made from a fresh peeled- peanuts pulverized with palm sugar brings the savoury taste to sauce. As side dishes, you can placed your order to fried chicken or clam satay as starters. Both salty taste brings the complexity from crisp of chicken yet tender and a bit sweetness from the clams. To complete your meal at Kak Lin’s, a glass of Tamarillo Juice. Slightly it tastes like strawberry juice but its ligher and sweeter than strawberry. Knowing the fact that she struggle a lot to maintain her customers loyal and keep the quality control as well, no wonder in 2011 Lontong Medan Kak Ani received an award from Board of Tourism and Culture of  Medan as one of the most recommended food spot in Medan.

Seafood is a common treat for anyone, anywhere. Sometimes it doest matter what kind of seafood they consumed as long as its marinated in tasty sauce or proceed into another dishes. Medanese also consumed big number of seafood as their local dish influenced by authentic chinese culinary recipe. This is how Sari Laut Nelayan works. Seafood are their specialty, not only regular seafood delicasies like shrimp, lobster or fish. In Sari Laut Nelayan Seafood Restaurant, dim Sum become popular not only for breakfast but it’s an all day dishes. Fresh and tasty dim sum served everyday with various choices. Divided into two, sweet and savory selections dim sum can be placed as appetizer before main course or steamed and fried dim sum selections. For savoury lovers, crab and shrimp proceed into hakau or steamed dim sum always a favorite. Dip it with soy sauce or chilli sauce, you can taste the freshness of their seafood within. Or you can mix it to the sweet selections, a sweet sesame ball or the famous sweet lotus dimsum. If you prefer chicken over seafood, they also have their famous chicken dimsum. One thing that cant be separated from Sari Laut Nelayan is its notorious Durian Pancake. Yes, Durian is a big hit not only as a fresh food but also proceed as pancake. Don’t imagine a breakfast style pancake topped with durian. It’s a wrapped filled with vanilla fla and fresh durian inside. The strong taste of durian that dominate the flavor neutralized with sweetness from the fla. The wrapping is tender as well and that’s the difference between Sari Laut Nelayan’s durian pancake compared to others. Don’t worry about its freshness, you can taste the juicy inside in every bite of pancake durian. No preservative included thats why if you want to bring this pancake for treat yourself or your beloved back home, make sure to consumed it in less than 24 hours.

There’s no such trip without a trip to dessert land. Yes, ice cream, cake and sweet pastry cannot be missed especially after you filled your tummy with everything savoury. In Medan, one of the classical yet legendary place to eat-out is Tip Top. Founded in 1934 as bakery and pastry shop with a touch of Dutch elements in its interior. At that moment, that area is busy for business and goverment activities which controlled by the Dutch. After Independence Day of Indonesia, Tiptop still maintaining its vintage look at their restaurant. From the interior, we can see the candelier in the main dining room reminds us to old times that shows an elegant and glamorous life. Even though they keep the luxurious look maintained, Tiptop also put a little touch of local on their bench with rattan and wooden chairs and tables. The elegant meet simplicity on their look make Tiptop still popular until now and a must visit place in Medan. Now, let’s spoiled ourselves with the sweet treats from Tiptop kitchen! Since forever, Tiptop preserved their baking methods with wooden stove. It brings their cake and bakery to a unique taste and cannot be replaced by modern methods. It takes more times to bake it but yet its worth the pillowy-taste of bread and its smells. Grab a bite of mocca tart, a soft baked mocca cake topped with mocca and chocolate icing. A simple look brings the excellent mocca flavors out of this cake. For chocolate lovers, try the Irish Chocolate Cake. Simple chocolate layered cake topped with chocolate sprinkles, vanilla cream and cherry. This small bite brings a heavenly-mouthwatering explosion in your mouth. Those various selections of cakes and bakery might bring you to your childhood memories, where cake and chocolate are the only soulmate that can bring simplicity to it looks and taste amazingly delicious.
Tiptop ice creams also treat your sweet tooth to vintage taste and flavour that never gets old. Their best seller ice cream Mexicaner presents sweet look of vanilla ice cream with chocolate sauce that frost together. Topped with chuncked peanut, whipped cream, peach and cherry on top. A mouthful of icy, sweet, crunchy and sour ice cream finally become a cherry-popped moment of dessert party in your mouth. This dessert experience could never go wrong with the cake and ice cream selections in Tiptop. Sure you need to bring some Mocca cake or Ice cake with you so you won’t miss how its taste for quite long time!

It’s too full to swallow more after delicious dessert experience. Sit back and relax is all you need to wrap all those culinary day trip in Medan. After all those legendary and famous local treats, let’s try the newbie cafe and sky dining in Medan. Located at Forum 9 Building, Harbour 9 Pub and Sky Dining become talk of the town around Medan. Maybe you wont taste their salmon cut steak or spaghetti carbonara for dinner. It’s more like a hangout place with a sip of cocktail and great ambience from their live music. Lots of expatriates spend their time here, to catch up some business talk over drinks or just to chillax afterhours. Spacious outdoor area might be the favorite spot for customers. Decorated with wooden floor and brown rope reminds us to signature details of giant ship that anchored in a gigantic harbour. From the top level of skyscraper in Medan, the city lights bring the dazzling view with warm night breeze. In the inside, bar table and their bartender are ready to serve you with their selections of mocktail and cocktail.  Fruit lovers, strawberry, orange or passion fruit are the safest option to mixed with tonic or another fresh juice. If you want something creamier, chocolate smoothies with melt chocolate and whipped cream can be your best friend to complete your catch-up session. For more warmer choice of your favorite alcoholic drinks could never go wrong for the rest of the evening. After long way and enjoyable culinary trip in Medan, it’s a wrap-up to your full flavors trip. From the local treats that never go old and always zesty, to legendary vintage location with oldies taste that always be missed. Medan and its taste, will always be missed and drag you back to reminisce all those flavors.

As published on Maxx-M Magazine, March 2013 Edition

Wednesday, March 20, 2013

Floating The Joy and Blessing on Loy Krathon Festival in Chiang Mai, Thailand



Wilayah Thailand utara mungkin tidak terlalu dilirik dibandingkan selatan Thailand yang sudah populer dengan pantai cantiknya seperti Phuket atau Phi Phi.  Salah satu kota apik yang layak disinggahi dan mungkin jadi destinasi liburan tahun ini adalah tuan rumah SEA GAMES ke 18 tahun 1995 silam yang berada di utara Thailand, Chiang Mai. Siapapun yang pernah ke Thailand mungkin familiar dengan hiruk pikuk kota Bangkok yang dirasa hidup semalam suntuk. Chiang Mai terasa begitu berbeda namun tetap menawarkan pesona sendiri bagi para pencari suasana yang hangat dan akrab.
Old Town District, Chiang Mai

Kota yang terkenal dengan turnamen thai boxing ini ternyata menyuguhkan  perayaan tahunan yang sayang dilewatkan bagi Anda pecinta kultur Asia. Selain Song Kran, Thailand makin populer dengan perayaan festival Loy Krathong yang diadakan tiap bulan ke dua belas penanggalan Lunar yang biasanya jatuh pada bulan November. Loy Krathong sendiri dirayakan hampir di semua penjuru Thailand dan juga negara tetangga seperti Laos dan Kamboja. Jauh hari sebelum festival ini, saya sudah mulai menghitung kapan perayaan Loy Krathong ini akan diadakan. Layaknya kalender Lunar, belum ada tanggal pasti tiap tahunnya sampai beberapa bulan sebelumnya.
Akhirnya tahun 2012 lalu Loy Krathong diputuskan jatuh pada tanggal 28 dan 29 November. Banyak perayaan yang diadakan selama dua hari tersebut. Perayaan inti dimulai sejak tanggal 28 sore ketika jalanan sepanjang kota tua Chiang Mai ditutup untuk kendaraan bermotor. Selama dua hari tersebut, pawai sepanjang kota di Chiang Mai diramaikan oleh beberapa kelompok budaya yang menampilkan iring-iringan dari etnis-etnis Thailand Utara. Sebut saja perempuan dengan pakaian dan dandanan seperti dewi-dewi dari khayangan lengkap dengan singgasana yang berwarna keemasan. Ada juga gambaran penduduk lokal yang masih berpakaian minimalis dan terkesan dekat dengan alam. Langsung saja saya teringat potongan-potongan film Uncle Boonme dari sutradara Thailand,Apichatpong Weerasethakul yang menampilkan sisi lain Thailand yang jauh dari gemerlap kota.

Usai menikmati iring-iringan pawai budaya, saatnya melakukan prosesi Loy Krathong sebenarnya. Ada dua prosesi yang dilakukan, pertama mengapungkan semacam sajen yang terbuat dari daun pisang, hiasan bunga dan lilin. Kadang-kadang ada juga kreasi sajen yang dibuat dari roti atau bahan makanan lainnya. Nantinya, sajen ini akan diapungkan di sungai-sungai yang mengalir sepanjang Thailand. Prosesi ini diyakini untuk menghormati dewa-dewa air yang ada di sungai atau danau. Kedua, menerbangkan lampion ke udara. Prosesi ini hanya dilakukan di Chiang Mai, selain kota ini minim sungai tidak seperti Bangkok yang terkenal dengan Chao Prayanya, penduduk sekitar masih memegang tradisi Lanna. Lanna merupakan bekas kerajaan di Utara Thailand yang memegang tradisi perayaan Yi-Peeng. Yi-Peeng merupakan prosesi menerbangkan lampion ini alias lantern festival ini akhirnya menjadi daya tarik tambahan turis asing maupun lokal untuk merayakan Loy Krathong di Chiang Mai.
Sesajen yang Siap Berlayar di Sungai

Saya pun ikut bergerak ke sungai Ping di sisi jembatan Nawarat Saphan yang bersisian dengan gerbang Tha Pae yang sudah dipadati pengunjung lokal dan asing. Sajen yang saya bawa merupakan hasil buatan sendiri bersama beberapa turis asing lainnya. Kalau tidak mau repot, banyak juga yang menjual sajen sesuai kreasi masing-masing. Tidak mahal, berkisar mulai 100-300THB. Dibantu oleh warga lokal yang sudah siap di dalam sungai, saya menyalakan lilin dan mengapungkan sajen tersebut bersama ratusan sajen lainnya.

Selesai mengapungkan sajen, saya pun beranjak menuju salah satu kuil besar yang juga mengadakan prosesi menerbangkan lampion. Di Wat Phantao, kuil yang masih berada di dalam area kota tua ini, diadakan ritual doa bersama di hari pertama Loy Krathong dan juga prosesi menerbangkan lampion. Ritual di Wat Phantao ini sebenarnya merupakan versi kecil dari rangkaian festival yang diadakan seminggu sebelumnya.
Puluhan Lampion yang Menerangi Kota

Kira-kira lima hari sebelum Loy Krathong dimulai, Yi-Peeng Festival dirayakan dengan ritual Buddha.  Festival lampion ini tidak banyak berbeda dengan Loy Krathong sendiri, tetapi di Yi-Peng Anda bisa menemukan lebih banyak lampion yang diterbangkan secara serentak. Berlokasi sekitar 13 Km dari pusat kota, sebuah kampus kedokteran Mae Jo University, ratusan warga lokal dan turis asing berkumpul di lapangan luas untuk melakukan prosesi ini. Pertama-tama, acara ini dibuka dengan pembacaan doa dan matra oleh biksu-biksu di sebuah podium kecil. Meskipun bukan pemeluk Buddha yang mungkin tidak paham dengan mantra yang dibacakan, Anda bisa duduk manis dan siap dengan lampion yang akan diterbangkan. Setelah pembacaan doa selesai, Anda diajak serentak untuk berdiri dan memegang lampion masing-masing. Biasanya, lampion sudah ditulisi dengan harapan-harapan yang ingin dicapai. Setelah diterbangkan, esensinya adalah semoga impian dan harapan itu terbang makin tinggi sampai akhirnya tercapai. Lebih dari ribuan lampion diterbangkan malam itu. Langit Chiang Mai yang cerah makin terasa hangat dan bersinar dengan adanya lampion-lampion di udara yang menggantikan bintang.
Light The Candle And Make Wishes!

Tentunya perayaan Loy Krathong ini membuat suasana kota Chiang Mai lebih meriah dari biasanya. Dengan penduduk kurang dari 150.000 jiwa, Chiang Mai tidak begitu padat dan terasa jauh dari kesan touristic. Daya tarik Chiang Mai sendiri adalah wisata alam lengkap dengan trekking bersama binatang khas Thailand, gajah. Selain itu Chiang Mai dikelilingi oleh puluhan kuil yang mengepung isi kota, tidak terkecuali kuil di atas pegunungan Doi Suthep. 

Let's Fly!
Usai menikmati dua hari festival sampai tengah malam, saatnya saya menjelajah sisi lain di luar distrik Mueang Chiang Mai sebagai pusat kota. Tujuan utama saya adalah Wat Phra Tat Doi Suthep yang berada di pegunungan Doi Suthep, 15KM dari kota. Ada beberapa moda transportasi yang bisa dipilih, Anda bisa menyewa motor, naik taksi atau ikut dalam angkutan umum Song Theaw, alias angkot. Saya pun memilih naik Song Theaw yang bentuknya seperti bemo zaman dulu. Angkot berwarna merah ini biasanya berisi 8-10 orang yang dikenai biaya 30-50THB perorangnya. Perjalanan sekitar satu jam ini pun dilalui lewat jalan pegunungan yang berliku. Sesampainya di sana, saya harus menaiki tangga sebanyak 309 anak tangga menuju puncak Doi Suthep. Kalau Anda terlalu malas berjalan, disediakan lift yang membawa Anda langsung ke puncak. Kuil ini merupakan representasi kuil Buddha dan Hindu. Terlihat dari patung Buddha yang mendominasi kuil tetapi juga terdapat patung Ganesha sebagai simbol Hindu.
Dari puncak Doi Suthep ini juga Anda bisa melihat kota Chiang Mai dari puncak tertinggi kota ini. Pilihan lain untuk berkunjung ke Doi Suthep adalah di saat matahari terbit pagi hari. Anda bisa melihat cantiknya penjuru Chiang Mai saat masih gelap dan beranjak terang. 

Usai melihat seisi kuil Doi Suthep, Anda bisa melihat perkampungan suku Lanna tidak jauh dari kuil. Hanya dengan menambah 80-120THB, Anda bisa diantar oleh Song Theaw sekaligus melihat para perempuan Lanna yang harus memakai kalung yang memenuhi leher mereka. Kalau Anda penyuka alam liar, trekking dengan gajah lengkap dengan pawangnya bisa jadi pilihan menyenangkan.
Doi Suthep

Selepas menjelajahi sisi pegunungan dan perkampungan Chiang Mai, kembali ke kota terasa kurang lengkap tanpa merasakan the famous Thai Massage. Berbagai gerai Thai massage tersedia di sepanjang kota tua Chiang Mai. Mulai dari spa, refleksi sampai aromatherapy. Dari mulai spa premium, pijat tradisional sampai refleksi di pinggir jalan yang minimalis. Lelah berjalan saya pun memilih pijat refleksi kaki dan menikmati Thai Greentea yang menyejukkan.
Perjalanan ke the new city ini akhirnya ditutup dengan menyicip jajanan pasar malam yang unik, mulai dari Banana Nutella Rote, berbagai gorengan seperti sosis dan bakso sampai penjual suvenir khas Thailand yang harganya benar-benar miring.
Rasanya, saya ingin kembali ke sana menikmati lagi Loy Krathong yang diperkirakan jatuh tanggal 17 November 2013. Festival lampion ini menjadi refleksi sendiri harapan, impian dan mimpi yang diterbangkan bersama dengan lampion dan sesajiannya. May all these joy blessed you through the new year!

*also published on Maxim February 2013 Edition.


Thursday, February 28, 2013

Another Highlight On Cancelled-Doomsday.

Salah Satu Vihara di Chiang Mai
  We finally passed the doomsday!

Yah kira-kira begitulah reaksi banyak orang ketika akhirnya tahun 2012 sukses dilewati dan lepas dari bayang-bayang ramalan suku maya soal datangnya hari kiamat. Ntah akhirnya hanya menjadi bahan guyonan atau tidak, tetapi mungkin beberapa dari kita lega akhirnya tahun lalu sudah dilewati dan beranjak ke tahun ular, 2013. Bagi saya tahun lalu benar-benar menyisakan banyak cerita dan refleksi sendiri, meskipun saya akui berat sekali melewati separuh tahun 2012 itu sendiri.

Last year was all about loss, disappointment, and chances. I wont regret it but yet i should let go everything that 2012 took away from me and start 2013 with new perspective and spirit. These are some reflections that i should be thankful for and also some things that i should let them go, so i can start fresh.

Januari
Tahun baru ternyata dimulai dengan situasi baru yang terprediksi sejak tahun sebelumnya. After 3,5 years finally we decided to move on with our life separately. Of course it wasn’t that easy since we really close to each other, but life goes on. Fortunately, it doesn’t change our inner circle of friendship. Yes, i lost one of my man but i hope i never lose you as my friend, V!
In the same month i watched Broadway show, Wicked in Singapore with Fauzan and i was about to cry for this Holzman’s piece of art. Not to mention, 1st concert of the year; Foster the People!
Nonton Wicked..

..dan merayakan Chinese New Year!

Februari
One of the BEST CONCERT I’VE EVER SEEN happened this month; FEIST! For almost two hours i watched Leslie’s performance and still amazed by her. Love her so much!

Maret
Tantangan baru dan seru kali ini di Klinik Kritik Film 2.0! Sebagai kelanjutan dari Klinik Kritik Film tahun sebelumnya, kami berempat plus Yuki Aditya, fellow filmgeek, dapat tugas negara untuk berkontribusi di filmindonesia.or.id dan cinemapoetica.com. Jujur, ini menegangkan karena semuanya mendapat jatah tugas plus coaching clinic sama mentor masing-masing. Nggak diduga, ada kelas tambahan dari mas Alex Sihar soal bagaimana komunitas film dari tahun ’98 sampai 2000-an. Sayang, sampai saat ini kelas kedua dan seterusnya belum dilanjutkan. Ditunggu Klinik Kritik Film 3.0-nya!

April
Setelah beberapa bulan menjajaki pekerjaan baru di KSFO, ada rasa-rasa janggal menjalani aktivitas ini. Saya merasa tidak produktif,kurang tertantang dan banyak batasan dalam mengembangkan ide-ide. Tiga bulan pertama, entah berapa ribu kali terucap dari mulut saya untuk keluar dari kantor tersebut. Di sisi lain Saya merasa kalah, kalau tidak bisa menepati janji untuk menggali lebih banyak ilmu di sana. Akhirnya, saya bertahan sekaligus terlibat dalam event KidsFfest yang digelar bulan ini. Memang tidak banyak andil saya dalam acara ini, tapi saya cukup bangga ketika dalam proses pemilihan kompetisi film pendek yang saya buat shortlist-nya terdapat satu film potensial, Langka Receh asal Purbalingga yang banyak menyabet penghargaan.

Mei
Setelah pertimbangan yang lama dan panjang, akhirnya Tuttik-Frutik trip sukses dilaksanakan ke Gili, Lombok. Ini merupakan destinasi terbaik yang pernah saya rasakan. Dalam 5 hari sukses keliling 3 Gili dan Lombok, plus merasakan yoga dan bertemu orang-orang random (as usual).
Geli-Geli di Gili

Love you, Pop:')

Di bulan ini pulalah saya momen kehilangan terbesar saya terjadi. I lost my most important man in my life, my dad. After what happened, it’s really hard for me and family to realize that things will never be the same again. Yet, it’s a learning proccess for me as the eldest. I love you dad, so much. But i know God loves you more, now you’re in the better place with Him .

My besties, thanks!


Birthday gift, from you :)


Juni
Setelah resmi terpilih dan mengikuti training dua bulan sebelumnya, akhirnya tugas sebagai tour escort dari EF dijalankan bulan ini. Saya masuk sebagai co-leader untuk homestay ke Goldcoast, Australia. Tugas ini berat, karena ada 50 anak yang akan jadi tanggung jawab saya. Untungnya tim IDJ 9008 dan host family saya ini menyenangkan dan nggak bandel-bandel amat. Jadi, perjalanan di Brisbane dan Sydney pun terasa seru dan menyisakan rindu selepas itu.
Oxenford Community Center, Goldcoast.





Brisbane!

Juli
Perlahan-lahan, ada yang sedikit terobati di dalam sana. Saya siap membuka diri dan memulai sesuatu yang baru. Let’s start something, AJP ;)

Agustus
Setelah hampir setahun mencoba rutin melakukan yoga, ada efek yang saya rasakan selain sekadar mengolah fisik. Mungkin terdengar klise, tapi saya mulai merasakan ada energi positif yang mengisi ruang-ruang pikiran saya, sudut pandang lain pun ikut terbuka, dan saya pun mencoba melihat yoga bukan alat untuk memicu kekuatan fisik tetapi juga pikiran dan jiwa. Ini absurd, tapi sungguh terjadi. Kaya pacaran aja, olahraga itu juga cocok-cocokan, kalo suka pasti mau terus-terusan dilakuin kok :p
Din Yoga, di mana semua asana bermula. Namaste!

September
Bulan ini menjadi penutup kerja saya di KSFO. Tentunya ditutup dengan outing cantik keluar kota dong :p Agendanya, nonton Matah Ati di Solo. Prakteknya; jalan-jalan keliling Jogja, roadtrip ke Solo, nonton Matah Ati, keliling kota Solo dan menyicipi kulinernya. Walaupun kota ini slow, kali ini Solo tidak perlu dinikmati secara solo!
Matah Ati, Di Kraton Mangkunegaran Solo.
Mlaku-Mlaku ning Solo..
Thanks, Kalyana Shira!
Oktober
Kantor baru, karier baru! Akhirnya setelah apply sana-sini, tawaran yang mendekati cocok itu hadir. Kali ini saya menerima pekerjaan sebagai marketing & communication dari sebuah media film baru, Muvila. Ini kerja keras. Dengan tim inti yang baru bertiga selama sebulan sebelumnya, tentu akan banyak beban yang dipikul.


New Team, Muvila.com

November
Another loss this month, my second best my Grandpa. Kali ini saya sampai pada titik kalau manusia itu hidup untuk bertugas, kala tugasnya selesai mereka pun menghadap Tuhan. I kinda feel that way my dad passed away, my grandpa took care of us. Now, his job is done and he’ll safe with my pop and Him. Love you to the bone, yangkung.
Di bulan ini ada perjalanan solo yang lumayan sudah saya tunggu. Chiang Mai trip demi Loy Krathong Festival. Sebenarnya saya lebih mengincar Yi Peng Festival yang diadakan 5 hari sebelum Loy Krathong tetapi sayangnya waktunya tidak pas. Trip Chiang Mai ini bukan trip ambisius. Menikmati lampion selama dua hari, menjelajahi pasar malam, berlatih yoga, dan berkunjung ke kuilnya. Bonus trip, belanja di Chatuchak, Bangkok selama transit hampir 9 jam.
Loy Krathong, Chiang Mai.
Salah Satu Vihara di Chiang Mai

Desember
Ini perjalanan gambling yang sebenarnya sempat menyisakan drama. Gara-gara dicap sebagai anak Jogja yang tidak pernah keliling Jogja, jadilah akhir tahun kemarin direncanakan ke Jogja selama hampir 10 hari sampai tahun baru. Drama di baliknya tidak penting, selama akhirnya benar-benar menyusuri kota yang (seharusnya) akrab dengan saya selama bertahun-tahun. Saya puas dengan kunjungan ke Kaliurang, Ullen Sentalu, Bekakak Saparan di Gamping, 3 Pantai Wonosari; Ngerenehan, Baron dan Indrayanti, Candi dan gereja di Bantul, sampai belasan tempat makan rasa lokal yang memuaskan.
Pantai Ngrenehan, Wonosari

Jadi apa nih tujuan di 2013? BANYAK!
Untuk orang yang BM-nya luar biasa seperti saya, ini saatnya jor-joran menuliskan ambisi dan dishare ke orang banyak. Tujuannya? Supaya termotivasi memenuhi impian-impian ini karena banyak yang nagih. Jadi, kira-kira ini fokus energi tahun 2013 nanti. Dibantu ya teman-teman *prok prok prok*

1. Trip dalam negeri dengan tema Satu Kota Satu Pulau. Ambisius ya pake tema segala? Intinya sih ingin menjelajah Indonesia aja. Saya belum pernah ke Sulawesi dan gak inget gimana bentuknya Kalimantan waktu ke sana saat umur 7 tahun. Lucunya, dua tahun lalu masih ambisius sama Yunani sekarang malah belum pengen lagi.
2. Yoga trip or retreat di luar Jakarta. Maunya sih di Ubud, tapi kalau ada yang deket-deket semacam Bandung, Puncak, Pulau Seribu atau *terpaksa* Thailand dengan harga terjangkau bisa jadi pilihan.
3. Yoga 3-5 kali seminggu. Bisa yoga sendiri dan ikut kelas yoga ya..
4. Bisa headstand tanpa bantuan tembok
5. Target kerja tercapai, bisa dipromosikan atau naik apresiasinya.
6. Kontributor untuk majalah travel secara berkala.
7. Terus menonton, terus menulis dan terus belajar film.
8. Sebelum mempublish tulisan di media (film) nulis dulu di blog or review sendiri jadi nggak Cuma nulis buat memenuhi kuota pesanan.
9. Rencanakan untuk ‘merantau’ tahun 2014 or 2015.
10. Beli barang impian *entah apa, yang penting berbentuk barang.*

Beberapa hal di 2012 yang sudah dicapai harus disyukuri meskipun beberapa sudah dilepas juga. Mari menjaga energi postif dan menyebarkannya ke dalam 365 hari di 2013!